Kuatbaca
15 March 2023 15:36
“Penganiayaan Mario berdampak buruk pada adanya trauma kepala yang dialami David Ozora, tentunya hal ini berimbas pada kondisi David yang dipastikan mengalami Anomia atau kesulitan berbahasa. Di sisi lain, sebab dari upaya penganiayaan David oleh Psikolog disebabkan oleh pengasuhan orang tua maupun dampak lingkungan sekitarnya. Dari suduh pandang hukum Mario bersama Shane dan Agnes menjadi potret remaja yang melakukan kekerasan fisik sehingga membuat mereka harus dijerat pidana berdasarkan regulasi yang berlaku”
Beberapa waktu lalu, jagat dunia maya digegerkan oleh kasus kekerasan yang dilakukan oleh anak dari pejabat Direktorat Jenderal Pajak, Mario Dandy Satrio (MDS) beserta komplotannya kepada David Ozora Latumahina (DOL).
Kejadian itu mengakibatkan dampak yang tidak main-main kepada David, lantaran ia mengalami trauma dan kejang-kejang selama dua hari, pembengkakan di kepala, hingga tak sadarkan diri atau koma saat dirawat di Rumah Sakit Mayapada, Kuningan, Jakarta Selatan.
Bahkan, Dokter Konsultan Perawatan Intensif Franz J V Pangalila, menyebutkan bahwa David mengalami anomia imbas dari cedera kepala traumatik yang diakibatkan oleh penganiayaan oleh Mario.
Namun hingga saat ini, RS Mayapada masih mencari dampak-dampak lain dari kerusakan otak yang kemungkinan akan dialami oleh David.
“Tapi yang jelas ini ada ya, bahasa anomia trauma kepala,” kata Franz di RS Mayapada, Selasa (28/02/2023).
Mengutip dari Universitas John Hopkins, terdapat beberapa dampak yang diakibatkan jika seseorang mengalami cedera otak traumatik. Mulai dari pelemahan fungsi motorik (gerak), sensorik (panca-indra), kognitif, hingga kemampuan berbahasa dan berkomunikasi.
Dilansir dari berbagai sumber, Anomia merupakan salah satu jenis dari aphasia (ketidakmampuan linguistik) yang didefinisikan sebagai gangguan kemampuan berbahasa setelah mengalami kerusakan otak.
Salah satu ciri Anomia ialah ketika seseorang tidak lagi mampu untuk menentukan penamaan atau pengambilan kata-kata seperti kata benda pada umumnya dan kata kerja pada khususnya.
Beberapa contoh kasus dari tokoh yang mengalami cidera otak ialah termasuk petinju legendaris Muhammad Ali dan aktor ternama Bruce Willis.
Tiga neurologis yang secara langsung merawat Ali memberikan diagnosa primer penyakit young onset parkinson yang dialami Ali diakibatkan atas bentuk dementia dari trauma kepala yang berulang-ulang.
Sedangkan Bruce Willis didiagnosa mengalami aphasia akibat kerusakan otak yang membuatnya terpaksa harus purnatugas dari pekerjaanya sebagai Aktor Holywood.
Nasib Muhammad Ali dan Bruce Willis menjadi risiko besar yang dihadapi oleh David atas kekerasan yang dialaminya. Meskipun demikian, tim dokter RS Mayapada belum bisa memberikan kejelasan lebih lanjut saat ini.
"Saya tegas menyatakan untuk kerusakan kita tidak bisa detail dulu, karena ini masih dalam perkembangannya,” tegas Franz.
Menyangkut sebab dari kekerasan Mario kepada David diutarakan oleh Psikolog Forensik, Reza Indragiri. Ia mengatakan bahwa pengasuhan orang tua menjadi faktor utama sebab Mario melakukan tindakan penganiayaan kepada David.
"Masih muda, pengasuhan pemanjaan secara berlebihan, bisa dipandang sebagai kondisi yang memunculkan faktor risiko pada yang bersangkutan. Jadi wajar kalau dia brutal seperti itu,” kata Reza.
Di sisi lain Psikolog Meity Arianty menuturkan bahwa sifat arogan seperti Mario Dandy biasanya disebabkan oleh faktor dari diri Individu, keluarga, maupun lingkungan.
Sifat arogan biasanya muncul pada seseorang yang merasa memiliki kekuasaan, mempunyai jabatan, uang, dan kebanggaan.
"Jika bukan dirinya biasanya karena orang terdekat misal orang tuanya, saudara, om, tante dan keluarganya. Orang-orang yang memiliki power seperti itu jika dibarengi sifat pemarah, reaktif, impulsif dan agresif, akan sangat merugikan diri dan orang lain," kata Meity, Jumat (24/02/2023).
Secara umum, Psikolog Rena Masri mengungkapkan bahwa terdapat faktor internal dan eksternal yang melatarbelakangi anak dan remaja melakukan tindakan kekerasan.
Dari sisi internal berasal dari pola pengasuhan yang memang sudah berkaitan erat dengan kekerasan.
"Faktor internal, misalnya orang tua yang memang sering melakukan tindakan kekerasan, hal ini bisa terjadi juga pada anaknya. Sehingga anaknya bisa jadi lebih senang, atau sering melakukan tindakan kekerasan," kata Rena.
Kemudian faktor eksternal, berasal dari lingkungan yang mewajarkan tindakan kekerasan.
"Misalnya lingkungan dengan kekerasan, sehingga anak menilai bahwa melakukan kekerasan itu hal wajar. Apalagi, ditambah dengan seringnya seorang anak menonton tayangan yang menggambarkan kekerasan," tandas Rena.
Secara sosiologis, Dosen Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta, Yuanita Aprilandini menjelaskan bahwa faktor status sosial dan ekonomi yang diperoleh MDS menjadi tolak ukur munculnya sikap agresif.
“Kita enggak bisa melepaskan privilege dia yah terkait dengan status orang tuanya. Kenapa dia agak gampang emosi, agresif, merendahkan atau meremehkan orang. Karena memang privilege tadi serta ada kekuatan ekonomi dibelakangnya. Jadi kalaupun misalnya dia berbuat kesalahan orang akan segan yah untuk menegur apalagi menghukumnya karena hak istimewanya itu,” ujar Yuanita kepada Kuatbaca, Senin (06/03/2023).
Kasus Remaja Berhadapan dengan Hukum (ABH).
Mario Dandy menjadi potret dari remaja yang melakukan kekerasan fisik hingga berhadapan dengan hukum.
Meski trend dalam periode 2019-2021 menunjukkan angka kasus mengalami penurunan tajam, KPAI mencatat kenaikan kasus kekerasan fisik dalam dua tahun terakhir. Kasus kekerasan fisik oleh remaja pada tahun 2021 sebanyak 22 kasus, kemudian beranjak naik ke angka 32 kasus pada tahun 2022.
Lembaga swadaya masyarakat (LSM) Rumah Faye mengingatkan adanya kemungkinan kasus yang tidak terpublikasi. Sehingga memungkinkan jumlahnya lebih besar daripada yang sudah tercatat.
“Namun, kita tidak bisa melupakan fakta bahwa masih banyak kasus yang mungkin tidak terangkat ke permukaan,” demikian disebutkan Rumah Faye dalam laman resminya.
Sebagaimana diketahui MDS (20) melakukan kekerasan terhadap DOL, sedangkan temannya Shane Lukas (19) dinyatakan kepolisian sebagai pihak yang terbukti memprovokasi Mario.
Mengutip hasil Tambang Data Kuatbaca.com yang berjudul “Ogah Bayar Pajak Gegara Mario”, Polri dinyatakan akan menjerat Shane dan Mario dengan pidana Pasal 355 KUHP Ayat 1 mengenai penganiayaan berat berencana dengan yang tertulis:
“Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”
Sebaliknya Agnes (15) tidak dijerat hukum yang sama dengan Mario dan Shane karena diberikan diversi lantaran masih berusia dibawah 18 tahun. Sehingga ia dijerat oleh Pasal 76C Juncto 80 ayat 2 Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak.
(76C) Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak. (80 Ayat 2) Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Meskipun demikian, kasus yang melibatkan ketiga pihak tersebut masuk dalam tindak pidana serius. Sehingga menurut Guru Besar Filsafat Hukum Universitas Bina Nusantara, Sidharta, penggolongan kasus pidana serius tersebut yang dilakukan oleh ABH dibawah 18 tahun tidak layak diberikan diversi.
“Tindak pidana yang tergolong serius dilakukan oleh ABH seperti pemerkosaan dan pembunuhan berencana seharusnya tidak layak diberikan diversi. Perbuatan demikian bukan lagi disebut “kenakalan anak” sebagaimana konsep yang ingin dilekatkan pada ABH. Kenakalan anak adalah bentuk-bentuk pelanggaran yang masih bisa ditoleransi oleh masyarakat, bukan kejahatan yang meresahkan seperti pemerkosaan dan pembunuhan berencana,” sebut Sidharta dalam laman resmi Binus.
Yuanita menjelaskan bahwa kehidupan materialistis di kota besar mendorong seseorang bersikap kurangnya empati, arogan dsb. Sedangkan dalam kasus Jogja, munculnya fenomena klithih dikarenakan semakin kecilnya ruang interaksi anak muda.
Sehingga menurut Yuanita, idealnya suatu lingkungan bagi remaja ialah yang mampu mendorong mereka ke kegiatan-kegiatan positif.
“Jadi memang harus di-support kegiatan-kegiatan yang positif terutama yang basisnya hobi dia. Saya mengarahkannya kalau tidak ke seni maupun olahraga jadi kalau dia sudah aktif di kegiatan-kegiatan itu (mereka) sudah enggak kepikiran lagi arogansi,” tandasnya.
Jurnalis : Ade Pamungkas
Editor : Jajang Yanuar
Illustrator : Fandy Dwimarjaya
Infografis : Fandy Dwimarjaya
Komentar
Belum ada komentar