Kuatbaca
16 March 2023 16:49
“Republik ini cukup dihebohkan oleh empat orang remaja. Adalah MDS dan SL sebagai tersangka, AGH sebagai pelaku yang juga terlibat, serta DOL sebagai korban dalam kasus penganiayaan. Isu ini bergulir cukup panas dan menjadi perbincangan panjang warganet. Daya kepo warganet atas isu ini begitu deras hingga banyak mengulik identitas-identitas dari setiap individu yang terlibat. Kasus ini juga menyeret nama pejabat DJP Kemenkeu yang ternyata ialah ayah dari MDS atas kejanggalan harta kekayaan yang akhirnya juga menyeret seluruh pejabat di Kemenkeu untuk dimintai laporan harta kekayaannya. Menanggapi hal itu, Menkeu Sri Mulyani memberikan langkah tegas yang sesuai dengan hukum yang tertulis di undang-undang dan peraturan pemerintah. Tindakan yang diberikan pihak kepolisian pun sudah tepat, hingga akhirnya baik MDS, SL, dan AGH memenuhi segala delik hukum tindak kekerasan terhadap DOL.”
Indonesia dibuat heboh oleh kasus penganiayaan yang dilakukan remaja berusia 20 tahun bernama Mario Dandy Satriyo (MDS) terhadap remaja berusia 17 tahun bernama David Ozora Latumahina (DOL) hingga mengalami koma.
Semua berawal dari perbincangan warganet yang cukup ramai di media sosial, khususnya Twitter. Beredar sebuah video yang mempertontonkan MDS yang sedang flexing menggunakan motor Harley-Davidson dan mobil Jeep Wrangler Rubicon.
Video tersebut digulirkan oleh akun Twitter @ruhulmaani pada Selasa (21/2/2023). Tak hanya @ruhulmaani, akun @habibthink juga menjadi akun yang meramaikan sikap flexing MDS. Kedua akun tersebut diketahui sering memantik isu-isu viral.
Tak lama, beredar juga video penganiayaan MDS terhadap DOL yang saat itu juga mendapat reaksi beragam dari publik, meliputi mengutuk perbuatan MDS yang langsung meningkatkan publikasi soal sikap flexing MDS yang sudah bergulir sebelumnya.
Publik semakin geram ketika melihat flexing yang ditunjukkan MDS apalagi setelah mengetahui apa yang telah MDS perbuat kepada DOL yang merupakan anak dari pengurus GP Ansor Pusat.
Tak sampai di situ, perbincangan warganet di media sosial pun berhasil mengungkap identitas dari MDS yang merupakan anak pejabat DJP Kemenkeu. Kemarahan publik memuncak melalui isu gerakan ‘ogah’ bayar pajak.
Untuk mengetahui detail dari isu tersebut dapat ditemukan di Telik KuatBaca yang berjudul “Mimpi Buruk Kementerian Keuangan”.
Nama Agnes Gracia Haryanto (AGH) muncul sebagai perempuan diantara MDS dan DOL. AGH yang merupakan pacar dari MDS menjadi bahan obrolan warganet yang menyeret namanya dimana isunya DOL pernah lakukan pelecehan seksual kepada AGH.
Tak lama setelah beredarnya isu tersebut, berbagai akun Twitter menepis isu itu dan memberikan pembelaan terhadap DOL. Di lain pihak, saat MDS tengah menganiaya DOL, ia ditemani dengan kerabatnya yang bernama Shane Lukas (SL) yang berusia 19 tahun.
SL diduga merekam peristiwa penganiayaan itu menggunakan handphone milik MDS. Atas apa yang telah MDS dan SL lalukan, akhirnya MDS dan SL ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian.
Sebelumnya, ternyata kepolisian telah menerima laporan atas kasus ini. Menurut kronologi laporan kepolisian, kejadian bermula pada 17 Januari 2023 saat pacar MDS mendapatkan informasi bahwa AGH menerima perlakuan yang tak baik dari korban, DOL. Lalu ia mengonfirmasikan hal tersebut kepada AGH.
Tanggal 20 Februari, MDS menghubungi rekannya yang bernama SL untuk meminta masukan. SL menyarankan untuk memberikan korban pelajaran.
Di tanggal yang sama, MDS, AGH, dan SL bergerak menuju rumah teman korban di daerah Ulujami, Jakarta Selatan.
“Shane tanya MDS (Mario), lalu dijawab minta videoin,” kata Kombes Ade Ary di Jakarta, Kamis (23/20).
Lalu MDS menemui DOL yang ada di rumah rekannya tersebut dan meminta DOL push up sebanyak 50 kali. Ternyata, korban hanya kuat menjalani 20 kali push up.
Melihat korban tak kuat, MDS lalu memerintahkan korban untuk menunjukkan sikap taubat kepada dirinya. Namun hal tersebut tak juga dipenuhi oleh DOL karena tak bisa melakukannya.
MDS lalu meminta korban untuk mengambil posisi push up. Dari rekaman CCTV, polisi melihat ada kekerasan yang dilakukan MDS saat DOL dalam posisi push up.
“Dengan cara menendang kepala beberapa kali, menginjak, serta menendang perut korban,” ungkap Ade.
Saat mengetahui adanya kekerasan, orang tua rekan korban lalu menghubungi satpam dan melanjutkannya dengan menghubungi Polsek Pesanggrahan. “Dari situ kami amankan tersangka,” terang Ade.
Di waktu yang bersamaan, ayah MDS, Rafael Alun Trisambodo (RAT) meminta maaf atas perilaku yang telah diperbuat anaknya.
Setelah ditelusuri, Motor Harley-Davidson yang sering dipakai flexing oleh MDS, memakai pelat nomor palsu. Hal tersebut telah dikonfirmasi Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pahala Nainggolan setelah melacak aset-aset milik RAT. Adapun pelat palsu itu bernomor B 6000 LAM.
Pelanggaran penggunaan pelat nomor palsu pada kendaraan Motor Harley-Davidson nyatanya bukan pertama kali. Pasalnya, mobil Jeep Rubicon yang dikendarai MDS juga sempat memakai pelat palsu.
Satlantas Polres Metro Jakarta Selatan telah mengungkap, mobil Jeep Rubicon hitam dengan pelat nomor B 120 DEN nyatanya tidak sesuai dengan nomor rangka dan mesin. Karena, pelat nomor yang terdaftar aslinya adalah B 2571 PBP sesuai STNK.
Dari serangkaian kejadian itu, KPK memeriksa harta kekayaan RAT yang diduga terdapat kejanggalan pada harta kekayaannya. Pemeriksaan tersebut sekaligus memicu pengungkapan harta kekayaan pejabat Bea Cukai, Eko Darmanto yang kerap melakukan flexing.
Hingga akhirnya Menkeu Sri Mulyani mengambil langkah tegas dengan mencopot RAT dari jabatan strukturalnya di DJP Kemenkeu, yaitu Kepala Bagian Umum DJP Jakarta Selatan II. Hal itu dilakukan berdasarkan Pasal 31 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Langkah yang dinilai tepat, karena tak lama setelah pencopotan tersebut, RAT mengajukan pengunduran diri dari status Aparatur Sipil Negara (ASN). Tak pelak, pengunduran diri tersebut ditolak oleh Menkeu, karena RAT masih dalam proses pemeriksaan di KPK sebagaimana tertuang pada Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 3 Tahun 2020.
Publik juga menyoroti peran AGH pada kasus penganiayaan MDS terhadap DOL. Tak seperti MDS dan SL yang cepat dijadikan statusnya sebagai tersangka, publik harus menunggu agak lama untuk mengetahui keterangan mengenai AGH.
AGH sempat diperiksa kepolisian sebagai saksi. Dalam proses pemeriksaan itu, polisi melibatkan Asosiasi Psikologi Forensik (Apsifor) untuk memeriksa AGH pada Rabu, (1/3/2023). Hal tersebut dibenarkan oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko.
“Apsifor telah melakukan pemeriksaan yang kedua, [pemeriksaan] psikologi forensik terhadap AG. Kemudian, Apsifor kembali dijadwalkan melakukan pemeriksaan yang ketiga pada hari Rabu,” kata Trunoyudo.
Dalam perkara ini, Trunoyudo juga menyebut penyidik berdiskusi dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), KemenPPPA, dan P2TP2A Jakarta Selatan mengingat ada anak di bawah umur yang terlibat dalam kasus ini.
Dirangkum dari berbagai sumber, Direktur reserse Kriminal Umum (Dirreskrimsus) Polda Metro Jaya, Kombes Hengki Haryadi mengatakan, tersangka dan orang-orang di TKP tak memberi keterangan sebenarnya.
“Ternyata pada awalnya telah tersangka ini ataupun orang yang ada di TKP tidak memberikan keterangan yang sebenarnya titik setelah kami sesuaikan dengan CCTV kami menyesuaikan dengan alat bukti yang lain dengan chat WA tergambar semua peranannya di situ,” ungkapnya, Kamis (2/3/2023).
Polda Metro Jaya akhirnya turut menaikkan status hukum AGH menjadi pelaku. Dalam hal ini, AGH terbukti terlibat dalam kasus penganiayaan terhadap David.
“Ada perubahan status hukum dari AG yang awalnya adalah anak yang berhadapan dengan hukum, meningkat jadi anak yang berkonflik dengan hukum,” ungkap Hengki, Kamis, (2/3/2023).
Hal ini berdasarkan dari salah satu bukti yaitu chat yang diduga menunjukkan niat jahat dari AGH, yang turut mengancam nyawa pelaku.
AGH menuliskan kata-kata jika ia tak takut apabila korban, DOL nantinya mati. “Gue nggak takut kalau anak orang lain mati,” tulis chat yang ditemukan dari hasil penyidikan Polda Metro Jaya.
Ketiganya, baik MDS, SL, dan AGH memenuhi segala delik hukum tindak kekerasan terhadap DOL. Namun, untuk Agnes yang masih berusia di bawah 18 tahun tidak bisa ditetapkan sebagai ‘tersangka’.
MDS dan SL yang ditetapkan sebagai tersangka utama, pihak kepolisian mempersangkakan perbuatannya dengan Pasal 355 KUHP Ayat 1, berbunyi:
(1) penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun; dan
(2) jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Sedangkan AGH ditetapkan sebagai pelaku berdasarkan Pasal 76 C junto Pasal 80 Undang-Undang Perlindungan Anak, berbunyi:
“Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).” (*)
Komentar
Belum ada komentar