SidebarKanan
Internasional

Era Uav Baru: The Loyal Wingman

Kuatbaca

11 March 2023 15:23

Test

Menduetkan pesawat tempur dengan drone tempur menjadi konsep tempur udara terkini yang sedang dijajaki banyak negara. Teknologi unmanned aerial vehicle (UAV) berkembang dari platform yang digunakan untuk tugas pengawasan dan pengintaian, menjadi platform yang dapat digunakan untuk bertempur. Namun, dengan pemakaian sistem yang lebih kompleks dan lebih otonom, UAV pun dikembangkan lebih jauh lagi, terutama dalam interaksinya dengan manusia. Mengusung kerjasama antara pilot tempur dengan pesawat otonom, konsep ini dikenal dengan nama loyal wingman.

 

Konsep tersebut memang mengacu pada konsep formasi pesawat tempur, yang terdiri dari pesawat dengan posisi pimpinan / tactical lead dan pesawat dengan posisi pendamping yang juga disebut wing man. Kerjasama tactical lead dengan wing man sangat mempengaruhi kesuksesan sebuah misi penyerangan udara.

 

Manfaat dari konsep loyal wingman ini adalah produksi dapat dilakukan dengan biaya yang rendah sekaligus kemudahan untuk memproduksi produk serial. Selain itu risiko kehilangan pilot pesawat dalam sebuah pertempuran di udara juga menurun. Dalam konsep yang lebih spesifik, drone akan tersedia dalam jumlah yang banyak, membuat kerumunan dalam menyerang target, yang akhirnya membuat pertahanan musuh kewalahan.

 

Loyal wingman yang paling mendapat perhatian saat ini adalah XQ-58A Valkyrie buatan Kratos Defense & Security Solutions, Amerika Serikat (AS). Valkyrie dibangun sebagaimana fungsi wing man pada umumnya, mendampingi jet tempur berawak dan bertempur bersama-sama.

 

Pasca penerbangan perdana pada tanggal 5 Maret 2019, Valkyrie menjadi loyal wingman pertama yang masuk pada telah masuk pada masa pengabdian di sebuah kesatuan pesawat tempur, tepatnya pada angkatan udara Amerika Serikat (USAF). Valkyrie ditargetkan mampu untuk melakukan misi tempur bersama jet tempur berawak dalam waktu kurang dari setahun. Berikut spesifikasi lengkapnya

 

Panjang : 30 ft (9,1 meter)

Lebar : 27 ft (8,2 meter)

Mesin : Turbofan

Kecepatan jelajah : 0,72 Mach

Ketinggian maksimal : 45.000 ft (13 km)

Daya jelajah : 5.556 km

Kapasitas muatan internal : 600 lb (272 kg)

Kapasitas muatan sayap  : 600 lb (272 kg)

 

Kabar terbaru, angkatan laut AS juga memesan dua unit Valkyrie seharga USD15,5 juta atau setara dengan Rp237 miliar. Tak hanya Angkatan udara AS, Angkatan lautnya pun memiliki pemahaman yang sama, bahwa kerja sama pesawat berawak-tanpa awak merupakan hal penting bagi operasi Angkatan laut AS di masa depan. Terlebih lagi, Angkatan laut AS saat ini sedang mengembangkan pesawat generasi keenam dalam sebuah proyek yang dinamakan Next Generation Air Dominance (NGAD) program. Mereka mencanangkan kerja sama pesawat berawak-tanpa awak dengan pesawat tempur F/A-XX sebagai pusatnya.

 

Industri pesawat tempur AS lainnya, Boeing, justru mengembangkan loyal wingman di luar negeri. Australia menjadi pilihan Boeing untuk mengembangkan sebuah loyal wingman. Fasilitas untuk memproduksi loyal wingman rencananya akan dibangun di kota Toowoomba, Queensland.

 

Boeing loyal wingman akan memiliki jangkauan 3.704 km yang dapat dipasang dengan berbagai muatan untuk fungsi perisai bagi jet tempur berawak yang bernilai lebih mahal. Sebanyak 16 loyal wingman dapat berkolaborasi bersama pesawat tempur berawak dalam satu kali misi penerbangan.

 

Gagasan loyal wingman muncul pada awal tahun 2010-an. Tak hanya Amerika Serikat, Banyak negara lain juga menganggap konsep loyal wingman merupakan inti dari jet tempur generasi keenam. Para pengembang jet generasi keenam memproyeksikan jet berawak dan jet tanpa awak menjadi satu sistem besar berpeforma tinggi, siluman, dan jaringan yang canggih.

 

Jet generasi keenam Tempest, yang pembangunannya dikerjakkan bersama oleh Inggris, Italia, Jepang, dan Swedia, juga sudah memproyeksikan kehadiran loyal wingman sejak awal. Meski awalnya sudah mempersiapkan proyek “Mosquito” sebagai loyal wingman Tempest, Kementerian Pertahanan Inggris membatalkan proyek tersebut pada Juni 2022 karena dinilai tidak dapat mencapai kemampuan operasional sesuai jangka waktu yang diinginkan.

 

Pengembang Tempest ingin loyal wingman mampu melaksanakan tugas diantaranya peperangan elektronik, pengawasan, pemandu laser ke target senjata-senjata rudal, maupun tugas-tugas spesifik perlindungan terhadap pesawat berawak. Tugas-tugas tersebut tidak dirancang untuk dikendalikan dari darat seperti drone tempur pada umumnya saat ini, melainkan terbang secara mandiri, hingga berbagi data dan informasi secara otomatis dengan komandan di darat melalui pesawat utama.



Tak hanya itu, pengembang Tempest juga menginginkan loyal wingman yang cukup murah, hingga kehancurannya tidak menjadi sesuatu yang siginifikan. Kini, Kementerian Pertahanan Inggris sedang mencari drone kombatan baru untuk menjadi calon loyal wingman terbaru bagi Tempest di bawah program Lightweight Affordable Novel Combat Aircraft (LANCA).

 

Dengan user requirement yang tak jauh berbeda dengan XQ-58A Valkyrie, konsorsium Inggris, Italia, Jepang, dan Swedia pun sejatinya harus siap menerima harga jual yang setidaknya sama dengan Valkyrie.

 

The Future Combat Air System (FCAS) dikembangkan oleh Prancis dan Jerman, pun juga sudah dirancang sebagai jet tempur generasi berikutnya dengan teknologi komunikasi mutakhir, yang dapat menjalankan misi selaras sempurna dengan drone sebagai loyal wingman. Sistem FCAS diharapkan dapat beroperasi penuh pada tahun 2040.

 

Sayangnya, saat ini terdapat sengketa diantara Airbus, Dassault, dan Indra mengenai pengaturan pembagian kerja untuk pengembangan pesawat tempur berawak. Sengketa yang sedang berlangsung saat ini berdampak langsung pada penambahan waktu pelaksanaan proyek, sehingga kemungkinan besar target tahun 2040 tidak mungkin tercapai.

 

Ketika, proyek FCAS ini terhambat, pihak yang paling terdampak tampaknya adalah Dassault. Sebuah kenyataan yang tak terbantahkan bahwa Eropa, dalam persaingannya dengan Amerika Serikat, tidak dapat mengembangkan teknologi pesawat tempur melampaui generasi 4.5. Sedangkan AS, bersama beberapa sekutu NATO-nya berhasil memproduksi pesawat tempur generasi ke-5 yaitu F-35 Lightning II.

 

Situasi makin menekan bagi Dassault ketika Jerman memastikan pembelian 35 unit F-35 Lightning II dari Lockheed Martin, dimana 8 unit pertama akan dikirim pada tahun 2026. Hal ini akan semakin menambah friksi dalam pembangian kerja pengembangan pesawat tempur FCAS. Jika situasi tak semakin membaik, ada besar kemungkinan Prancis akan keluar dari kerjasama dengan Jerman dan mengembangkan FCAS sendirian, sebagaimana dulu Prancis keluar dari konsorsium Eurofighter dan mengembangkan Rafale sendirian. (*)

Jurnalis : Gery Gugustomo

Editor : Jajang Yanuar

Illustrator : Rahma Monika

Infografis : Rahma Monika


Komentar

Pencarian tidak ditemukan

Belum ada komentar

SidebarKanan
Kuatbaca.com

Informasi


Tentang Kami

Pedoman Media Siber

Susunan Redaksi

2023 © KuatBaca.com. Hak Cipta Dilindungi