“Kementrian Perhubungan kembali dipaksa berkaca dari kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kendaraan angkutan barang di Bekasi beberapa saat lalu. Peran Kemenhub dalam pengawasan Operasional kendaraan-kendaraan menjadi cedera kala Ditjen Perhubungan darat mengimbau para pemilik kendaraan wajib rutin memeriksakan kelaikan kendaraannya sedangkan di lapangan masih ditemukan praktik oknum-oknum nakal yang mencari keuntungan. Padahal yang dirugikan dari adanya praktik ini justru para supir yang hanya mengikuti perintah atasan.”
Kementrian Perhubungan kembali gencar mengingatkan para pemilik truk untuk rutin memeriksakan kelaikan kendaraan mereka dengan mengikuti uji KIR setelah kecelakaan truk maut Bekasi menelan korban jiwa.
Adalah Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementrian Perhubungan (Kemenhub) yang berkewajiban mengawasi operasional tiap kendaraan angkutan barang.
“Kami mengingatkan para pengemudi maupun pemilik kendaraan angkutan barang, untuk memenuhi kewajiban melakukan pemeriksaan kondisi kendaraannya masing-masing, juga kewajiban melakukan uji kelaikan secara berkala,” kata Endy Irawan, Kepala Bagian Hukum dan Humas Ditjen Perhubungan Darat, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (1/9/2022).
Kecelakaan maut melibatkan angkutan raksasa yang memakan korban jiwa di Bekasi menambah jumlah kasus kecelakaan truk yang pernah terjadi. Korban kecelakaan maut truk trailer yang menabrak halte bus dan tiang BTS di depan SDN Kota Baru II dan III tersebut berjumlah 33 orang, 23 korban luka dan 10 di antaranya meninggal dunia.
Hasil investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyebutkan bahwa truk trailer tersebut laik jalan, tak ada masalah pada kondisi truk tersebut. KNKT menyebutkan, jika truk tersebut mengangkut muatan lebih dari kapasitasnya. Overload muatan itu bahkan mencapai 200 persen di mana seharusnya muatan truk hanya 35 ton tetapi saat kejadian ditemukan muatan seberat 55 ton.
Investigasi juga dilakukan kepada supir truk di mana menurut pengakuannya, sang supir salah mengambil jalan dan salah oper gigi persneling.
Temuan KNKT soal keadaan supir mendapat sanggahan dari Kapolres Metro Bekasi Kota. Kombes Hengki mengatakan jika kecelakaan tersebut murni kelalaian supir.
“Akibat lalainya supirnya. Saya sampaikan akibat lalainya. Lalai kan banyak, ngantuk, dia sedang nengok ke mana, dan lain-lain," katanya pada keterangan resmi, Jumat (2/8/2022).
Selain hal di atas, diketahui juga bahwa masa laik jalan truk tersebut telah berakhir tanggal 6 Juli 2022. Hal tersebut diungkapkan oleh pengamat transportasi, Djoko Setijowarno dikutip dari Republika.
“Telah terjadi kelebihan muatan mencapai 275 persen. Belum lagi kendaraan sudah habis masa uji laik jalan. Kendaraan truk dengan nomor kendaraan N 8051 EA, uji laik jalan sudah berakhir tanggal 6 Juli 2022,” ujar Pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, Sabtu (3/9/2022).
Sejak awal tahun ini, setidaknya ada 10 kecelakaan yang melibatkan truk. Mayoritas disebabkan oleh rem blong dan kelebihan muatan. Contohnya kecelakaan fatal truk kontainer yang terjadi di awal tahun, tepatnya Januari lalu di Balikpapan. Kejadian yang memakan korban jiwa sebanyak empat orang dan 30 luka-luka tersebut disebabkan oleh rem blong. KNKT juga mengungkapkan bahwa yang menyebabkan rem blong karena truk menggunakan klakson telolet.
"Apalagi temuannya? Dipasang klakson telolet. Nah di situ, dua titik tadi itu menunjukkan dia boros (angin). Karena pada saat dia turun, pengemudi itu nggak sempat ngisi (angin)," jelas Senior Investigator KNKT, Achmad Wildan Kamis (27/1/2022).
Menyoal uji kelaikan kendaraan sebenarnya sudah diatur dalam Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Menteri Perhubungan no 133 tahun 2015 tentang Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor.
Regulasi ini mewajibkan setiap pemilik kendaraan melakukan uji kelaikan kendaraan (KIR) secara rutin.
KIR berasal dari bahasa Belanda, keur. KIR adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan untuk menguji kelayakan teknis suatu kendaraan. Apakah suatu kendaraan nantinya layak untuk digunakan di jalan raya, semuanya harus lulus uji KIR terlebih dahulu.
Tes KIR dilakukan setiap enam bulan. Kendaraan yang menjalani uji KIR harus khusus untuk kendaraan yang mampu mengangkut penumpang, barang, atau keduanya.
Regulasi nyatanya hanya ada di atas kertas. Pada praktiknya, banyak kecurangan sistematis yang difasilitasi sendiri oleh ‘oknum’ petugas.
Salah satu petugas dinas perhubungan DKI Jakarta yang tidak ingin disebutkan namanya mengungkapkan jika praktik-praktik ini banyak terjadi, hanya saja memang sulit untuk dideteksi.
“Tapi biasanya kalau yang ku dengar dari senior-senior itu di setiap pengujian KIR itu pasti ada calonya, kalau di tempat pengujian KIR, di warung kopi di depan itu semua calo atau kita bisa bilang pungli lah,” katanya kepada tim Kuatbaca, Selasa (6/9/2022).
Selain mengungkapkan mengenai penggunaan calo dan pungli yang marak, petugas ini menambahkan jika ada praktik yang langsung dilakukan oleh oknum pegawai sendiri. Biasanya, truk-truk yang tidak lolos uji KIR bisa meminta kepada petugas untuk diloloskan dengan membayar sejumlah uang.
“Ya, ada seperti itu. Itu pegawai-pegawai kita yang nakal seperti itu. Gak menutup kemungkinan di setiap pengujian KIR ada. Apalagi kalau sudah langganan, nanti langsung datang ke tempat KIR nya itu pasti ada salam-salamnya lah” lanjutnya.
Praktik nakal ini juga diakui oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi. Bahkan para calo yang memalsukan uji KIR tersebut berasal dari mantan pegawai perhubungan sendiri.
“Kita sudah banyak temukan pemalsu buku KIR oleh yang dulu mungkin orang Perhubungan yang sudah tidak bertugas tapi tahu tata cara teknisnya," kata Budi, Kamis, (3/3/2022).
Temuan di atas menimbulkan pertanyaan seberapa pentingnya peran pengawasan operasional kendaraan angkutan barang oleh stakeholder terkait. Salah satunya Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berada di bawah Kementrian Perhubungan.
Tugas-tugas pengawasan tersebut termaktub dalam peraturan menteri Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 60 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Barang dengan Kendaraan Bermotor di Jalan.
Namun pada kenyataannya peran pengawasan yang seharusnya dilakukan Kemenhub hanya sebatas imbauan untuk melakukan berbagai uji kelaikan kendaraan.
Terlihat dari statement yang dikeluarkan Kemenhub setiap ada kecelakaan terutama yang melibatkan angkutan besar seperti truk dan kontainer.
Respon yang dikeluarkan Kemenhub hanya sebatas imbauan melakukan uji KIR. Saat kecelakaan truk yang terjadi di Cianjur 19 Juli lalu, statement yang sama dengan saat kecelakaan Bekasi diucapkan Kemenhub.
Menanggapi soal adanya calo dan pungli, stakeholder terkait baik Kemenhub maupun Dishub mengklaim telah menindaklanjuti temuan-temuan tersebut.
Dishub DKI Jakarta mengklaim bahwa telah melakukan puluhan kali inspeksi mendadak (sidak) untuk menangkap tangan praktik pungli oleh oknum Dishub. Namun, praktik itu nyatanya masih ditemukan.
Lain cerita dengan Kemenhub yang sibuk dengan usulan digitalisasi KIR. Dimana Buku KIR yang memuat hasil uji diganti dengan kartu yang memiliki chip berisi database kendaraan.
"Chip ini database. Kalau mobilnya enggak sesuai, gampang (diketahui). Tapi kalau dalam chip diakali, ketahuan gampang. Kita tidak akan ragu-ragu," tegas Budi.
Nyatanya hal ini bukan hanya persoalan yang menyangkut dua pihak saja, oknum dan pemilik kendaraan. Dibalik oknum yang mencari keuntungan dan pemilik kendaraan yang melakukan kecurangan, ada pihak ketiga yang dikorbankan.
Pihak ketiga itu adalah pengemudi-pengemudi truk dan kontainer yang selalu dianggap sebagai pihak yang paling bertanggungjawab ketika terjadi kecelakaan.
Seorang supir truk bernama Karnadi mengatakan kepada tim liputan Kuatbaca jika bagaimanapun kondisi kendaraan baik laik jalan atau tidak mereka tetap harus menaati perintah tersebut.
“Udah kondisi mobil kita udah laporan ke sono udah nggak stabil, tapi bos suruh buat berjalan terus nah dari situ kita disalahin kita kan otomatis kan kita jadikan tersangka. Harusnya kan pihak perusahaan yang bertanggung jawab kayak gitu,” keluhnya kepada tim Kuatbaca, Kamis (8/9/2022).
Terlebih, Karnadi menjelaskan jika meskipun pemilik kendaraan mengetahui bahwa kendaraan dalam keadaan rusak, risiko ketika berada di jalan sepenuhnya menjadi tanggung jawab supir.
“Yang namanya kuli yang sama nyari makan lah ya ya Jadi seluruh barang dan ketika di jalan itu semuanya tanggung jawab Jadi kalau misalnya kejadian barangnya hilang atau apa itu supir ganti rugi,” lanjutnya.
Tak jauh berbeda dengan Karnadi, salah satu supir truk fuso, Endang mengatakan hal serupa.
“Ya kalau kita masih nggak bisa membantah ama orang-orang PT yang punya mobil ini. Kalau kita suruh bawa ya bawa aja mobil mau layak pakai atau nggak Perusahaan nggak tahu apa-apa. mau mobil KIR nya ga ada, STNK nya mati sekalipun ya kalau disuruh bawa ya bawa,” kata Endang.
Endang bukanlah supir tetap perusahaan tersebut. Ia mengaku hubungannya dengan perusahaan hanya sebatas mitra, di mana ketika terjadi sesuatu di jalan perusahaan tetap bertanggung jawab.
“Kalau ada kecelakaan atau kerugian gitu, kita bagi dua sama perusahaannya. Ada perjanjiannya,” kata dia.
Pada akhirnya, temuan KNKT dan pihak berwajib ketika terjadi sebuah kecelakaan yang melibatkan truk atau kontainer mengantarkan supir truk ke dalam jeruji besi. Bukan hal baru sebenarnya setiap kecelakaan lalu lintas, pengemudi selalu ditumbalkan menjadi tersangka, terlepas dari penyebab kecelakaan tersebut.
Fenomena ini dipandang dampak dari adanya kongkalingkong dan permainan oknum soal KIR. Hal tersebut diungkapkan oleh Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah.
“Ketika regulasinya sudah benar, tidak hanya supir saja atau pihak ketiga yang bertanggungjawab, tapi pemilik kendaraan juga harus dijerat,” kata Trubus, Kamis (8/9/2022).
Lebih lanjut ia mengatakan jika memang dalam aturan angkutan jalan sudah jelas pemilik kendaraan ikut bertanggung jawab ketika terjadi kecelakaan. Namun memang fakta di lapangan selalu menunjukkan ketidakpatuhan terhadap regulasi yang sudah ada.
“Harusnya Kemenhub bertanggung jawab dalam hal ini, jangan hanya sebagai regulator saja yang hanya mengimbau uji KIR,” kata Trubus.
Fungsi pengawasan yang ada di Kementrian perhubungan baik melalui dinas perhubungan dan unit dibawahnya dirasa masih lemah.
“Calo dan kongkalingkong yang merugikan pihak ketika tadi itu akibat dari lemahnya penegakan hukum karena itu terjadi apa namanya lemahnya pengawasan Mbak, padahal ada fungsi pengawasan di Kemenhub,” tutupnya.