top ads
Home / Telik / Ekonomi / ITF Proyek Sampah

Ekonomi

  • 381

ITF Proyek Sampah

  • May 27, 2022
ITF Proyek Sampah

Proyek pembangunan fasilitas pengelolaan sampah di Sunter yang terbengkalai sejak 2009 masih menjadi PR bagi Pemprov DKI Jakarta, mengingat sampah yang dihasilkan kota metropolitan tersebut mencapai 7.800 ton/hari. Investor yang mundur di tengah jalan membuat DPRD DKI Jakarta mempersiapkan skema pengalihan sumber dana menjadi tanggungan APBD. Anggaran sebesar Rp 5,2 triliun menjadi pertanyaan besar bagi DPRD DKI Jakarta. Surabaya yang sudah berhasil membangun ITF dengan harga lebih murah pun menjadi bandingan. 


 

Pembangunan Intermediate Treatment Facility (ITF) Sunter yang sudah dicanangkan sejak 2009 oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum juga rampung. Sampah warga DKI Jakarta yang mencapai 7.800 ton/hari menjadi alasan mengapa proyek ini harus dijalankan.

 

Dengan adanya ITF, sampah yang menjadi salah satu masalah ibukota akan diolah menjadi tenaga listrik sesuai dengan Masterplan Pengelolaan Sampah Provinsi DKI Jakarta tahun 2012-2032. Nantinya, Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (ITF) ini akan dibangun di beberapa lokasi yaitu Sunter, Marunda, Cakung, dan Duri Kosambi.

 

Rencana yang disusun Pemrov DKI Jakarta ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan warga DKI dengan TPST Bantargebang. Namun sayang, tidak satupun ITF yang berhasil dibangun hingga 2022.

 

Proyek pembangunan ITF ini bermula pada tahun 2009 saat Fauzi Bowo, Gubernur DKI Jakarta yang saat itu sudah masuk pada akhir kepengurusan menggagas pengelolaan sampah ini. Nilai pengelolaan limbah sampah ini mencapai Rp 1,3 triliun.

 

Pada tahun yang sama sebenarnya lelang vendor sudah dilakukan, namun pemenang tidak kunjung diumumkan. Bahkan hingga 2013, saat Joko Widodo menjadi Gubernur, pengumuman pemenang lelang juga belum ditentukan. Padahal saat itu dokumen mengenai pemenang tender sudah diterima Jokowi. 

 

Setelah molor empat tahun, Ahok yang pada saat itu menjabat sebagai Gubernur DKI pun memutuskan untuk melanjutkan proyek ITF dengan menunjuk PT Jakarta Propertindo (Jakpro) untuk melaksanakan pembangunan. Mandat itu tertuang dalam Pergub No. 50/2016 tentang Pembangunan dan Pengoperasian Fasilitas Pengelola Sampah di dalam Kota/Intermediate.

 

Setelah ditunjuk sebagai pelaksana tugas pembangunan, PT Jakpro menggandeng PT Fortum Finlandia sebagai mitra. Kedua perusahaan ini kemudian membuat perusahaan khusus bernama PT Jakarta Solusi Lestari yang 51 persen sahamnya milik Jakpro. Dengan didirikannya perusahaan ini, perkiraan biaya pembangunan ITF pun berubah menjadi 340 juta dolar atau senilai Rp 5,2 triliun.

 

Setelah proses panjang, peletakan batu pertama ITF Sunter pun dilakukan pada akhir 2018 oleh Anies Baswedan. Pembangunan tersebut dilanjutkan dengan landasan Pergub no 33 tahun 2018.

 

Peletakan batu pertama pada 2018 seakan hanya seremonial saja, hingga juni 2021 pembangunan ITF belum juga dimulai. Pasalnya, PT Fortum Finlandia mundur sebagai mitra kerjasama Jakpro. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Pengembangan Bisnis Jakpro, Hanief Arie Setianto.

 

“Mitra kami dengan adanya pandemi melakukan review dan berkesimpulan bahwa unfortunately investasi di Indonesia belum menjadi prioritas,” kata Hanief pada konferensi pers virtual, Senin (28/6/2021).

 

Dengan mundurnya PT Fortum, maka saham PT JSL menjadi milik Jakpro sepenuhnya. Jakpro pun mengklaim meski mitra mundur, proyek ini akan tetap membutuhkan nilai investasi sebesar Rp 5,2 triliun.

 

Nyatanya, meski Jakpro memastikan proyek ini tetap jalan, pembangunan masih tertunda karena dana belum juga tersedia. Besarnya nilai investasi menyebabkan Jakpro berusaha mengajukan pinjaman ke PT Sarana Multi Infrastruktur sebesar Rp 4 triliun sembari mencari mitra baru.

 

Riza Patria, Wakil Gubernur DKI Jakarta menyebutkan jika pihaknya akan mencari investor baru untuk bangun ITF Sunter.

 

“Yang pertama nanti dilakukan dievaluasi pemenang kedua dan seterusnya, Yang ketiga nanti bisa dihadirkan investor baru,” jelasnya pada Rabu, (18/5/2022).

 

Berbeda pendapat dengan Pemprov DKI Jakarta, alih-alih mencari investor baru, DPRD DKI Jakarta justru mengusulkan perubahan sumber dana agar proyek ini segera berjalan. Menurut DPRD DKI Jakarta, memanfaatkan sumber dana APBD adalah jalan yang tepat ketimbang harus menggaet investor baru.

 

Pengusulan perubahan sumber dana itu berdasarkan pertimbangan jangka panjang proyek yang akan membebani Pemprov dengan pembayaran tipping fee.

 

Tipping fee merupakan suatu biaya yang dibayarkan untuk pengembangan energi berbasis sampah. Hal ini terjadi jika proyek ITF bekerjasama dengan pihak ketiga (pihak asing).

 

“Pihak asing yang akan ikut berinvestasi kan berorientasi profit. Mereka mengeluarkan uang tentu kita harus membayar tipping fee ke mereka,” kata Justin, Anggota komisi D DKI Jakarta kepada tim Kuatbaca, Senin (23/5/2022).

 

Menurut perhitungan Justin, besaran tipping fee bagi perusahaan asing yang menggunakan metode barat sebesar Rp 585.000, sedangkan jika menggunakan metode Tiongkok biaya yang dikeluarkan oleh Pemprov DKI Jakarta sebesar Rp 378.000/ton.

 

Jika ITF Sunter mampu mengolah 2.000 ton sampah per hari maka biaya yang akan dikeluarakan Pemrov dalam setahun untuk membayar tipping fee sekitar Rp 1,8 triliun per tahun.

 

“Perusahaan asing itu pasti meminta kontrak yang tidak sebentar, bisa 10 tahun atau 25 tahun,” kata Justin.

 

Selain mengusulkan mekanisme penggantian sumber dana menjadi APBD, Wakil Rakyat DKI Jakarta juga mengusulkan menggunakan dana Penyertaan Modal Daerah (PMD).

 

“Kondisi sampai hari ini (ITF Sunter) belum terjadi pengerjaan, kita mengusulkan untuk menggunakan APBD atau PMD saja. Kami yakin bahwa menggunakan APBD atau PMD ini pasti mampu Pemda DKI," ujar Ketua Komisi D DKI Jakarta Ida Mahmudah, Senin (23/5/2022).

 

DPRD DKI Jakarta menganggap anggaran dana pembangunan ITF terlalu besar. Hal tersebut dikritisi oleh DPRD DKI Jakarta saat rapat bersama JakPro, Perumda Sarana Jaya dan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta pada Senin (23/5/2022) yang membahas mengenai biaya pembangunan ITF.

 

Ida mengatakan anggaran pembangunan fasilitas itu bisa ditekan menjadi Rp 3 triliun.

 

"Bahkan saya katakan kepada Fortum ini kalau mau ditekan sebenarnya Rp 3 triliun cukup, kalau mau ditekan. Kalau sekarang hari ini saya dapat tampilan Rp 5,2 itu untuk utara," ujarnya.

 

Bengkaknya anggaran yang mencapai Rp 5,2 triliun diklaim Jakpro sebagai bunga dari pinjaman ke PT SMI. Sebelumnya, Jakpro mengajukan pinjaman ke PT SMI sebesar Rp 4 triliun dengan bunga Rp 1,2 triliun.

 

“Pengajuan pinjaman kita waktu SMI. Kita ajukan SMI nilai Rp 4 triliun. Bunga yang kita bayarkan melalui Pemprov ke SMI sekitar Rp 1,2 triliun. Jadi total yang harus dibayarkan adalah Rp 5,2 triliun," kata Direktur Utama PT JakPro Widi Amanasto saat rapat kerja bersama DPRD DKI Jakarta pada Senin (23/5/2022).

 

Sebenarnya pengajuan pinjaman yang dilakukan Jakpro mengundang kebingungan anggota DPRD, pasalnya anggaran yang awalnya diajukan adalah sebesar Rp 2,8 triliun berubah menjadi Rp 4 triliun.

 

Hal tersebut diungkapkan Ketua DPRD Jakarta Prasetio Edi Marsudi. Dalam keterangannya, Prasetio mengaku heran karena awalnya nilai pinjaman yang diajukan sebesar Rp 2,8 triliun dalam kesepakatan Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Anggaran Sementara 2022 antara Pemprov DKI Jakarta dan DPRD pada awal November 2021. Setelah itu, Anies Baswedan menerbitkan surat permohonan persetujuan utang menjadi Rp 4 triliun.

 

Hal tersebut disinyalir menjadi alasan mengapa DPRD DKI Jakarta tidak menyetujui permohonan pinjaman ini.



Sebenarnya pembangunan ITF tidak hanya dilakukan di DKI Jakarta, beberapa daerah justru telah menyelesaikan proyek itu dan sudah berjalan.

 

Surabaya misalnya, proyek ITF Kota Pahlawan ini menggunakan dana dari APBD sebesar 30 miliar dengan perhitungan sampah yang dihasilkan warga Surabaya sebanyak 1.800 ton/hari. Maka jika berkaca dari angka tersebut, serta perkiraan jumlah sampah warga DKI Jakarta yang mencapai 7.800 ton per hari, anggaran sebesar Rp 5,2 triliun patut dinilai terlalu besar. 

 

Mengingat urgensi dari pembangunan ITF Sunter, seharusnya DKI Jakarta bisa berkaca dari Surabaya. Jakpro tidak perlu mencari mitra baru untuk menutup dana sebesar Rp 5,2 triliun seperti rencana awal. Selain itu, besaran dana juga dapat dipangkas semaksimal mungkin.

 

“Kita akan sangat bersyukur jika memang bisa ditekan. Apalagi karakteristik sampah DKI tidak jauh berbeda dengan Surabaya. Kalau disana bisa semurah itu maka kita juga bisa,” tutup Justin. 

Jurnalis :Artha Adventy
Editor :Virga Agesta
Illustrator :Rahma Monika
Infografis :Zakki Fauzi
side ads
side ads