Pandemi Covid-19 memberikan kesadaran bagi masyarakat akan pentingnya asuransi jiwa. Dampak ikutan yang diciptakan Covid-19 juga menghantarkan kehidupan pada krisis kesehatan. Kedua situasi ini menghadirkan cara pandang baru dalam dunia asuransi jiwa.
Ibnu Handono seorang warga Ciledug sudah memiliki ketertarikan pada asuransi jiwa sejak pertengahan 2020. Ihwalnya pemasukan tetap semenjak ia bekerja di salah satu perusahaan edutech. Sejak itu pula, ia mulai mempelajari secara mandiri soal pengelolaan finansial pribadi, khususnya manajemen risiko yang mengantarkannya ke layanan asuransi jiwa.
Meski sempat merasa ragu soal klaim dan persoalan halal, pria berumur 24 tahun itu akhirnya memutuskan membeli produk asuransi jiwa pada November 2020. Pandemi Covid-19 yang membuat banyak orang terinfeksi hingga meregang nyawa, semakin meyakinkan dirinya memiliki polis asuransi jiwa.
“Kalau berhubungan sama pandemi sih, of course ya. Karena gini, aku kan sebenarnya ga beli asuransi jiwa doang. Di polis aku tuh ada asuransi kesehatannya juga,” ujarnya kepada Kuatbaca, Rabu (23/11/2022).
Dengan memegang polis asuransi, ia merasa lebih tenang dan aman dari sebelumnya. “Kalau hari ini ngerasa jauh lebih secured dan tenang sih sejujurnya,” lanjutnya.
Terbukti, polisi asuransi kesehatannya bermanfaat kala Ibnu terkonfirmasi Covid-19 saat gelombang varian Delta menyerang Indonesia, pada 2021 lalu. Ibnu masuk dalam 6,6 juta kasus konfirmasi positif Covid-19. Pandemi selama lebih kurang dua tahun ini telah menelan 159.000 korban jiwa.
Sejumlah anak-anak harus kehilangan orangtua dan menjadi yatim. Data Kemensos RI memperlihatkan per September 2021 saja, ada 30.766 anak yang menjadi yatim akibat Covid-19. Di DKI Jakarta sendiri, data pemprov menyebut lebih dari 9.000 anak-anak kehilangan orang tua karena Covid-19.
Dengan banyaknya kematian dan mereka yang sakit akibat Covid-19, pembayaran klaim asuransi pun ikut naik drastis. Dari Maret 2020 hingga Maret 2022, pembayaran klaim asuransi terkait Covid-19 mencapai Rp 9 triliun.
Data AAJI menyebut perusahaan asuransi jiwa sudah membayar total klaim senilai Rp 43,35 triliun untuk 5,3 juta penerima pada kuartal 1 2022. Sebelumnya, industri asuransi jiwa membayar total klaim sebesar Rp 159,43 triliun pada 2021. Hal ini meningkat 72,8% atau sebesar Rp 21,14 triliun dari tahun 2020.
Adanya pembayaran klaim asuransi yang besar selama pandemi Covid-19 turut menstimulasi naiknya kepercayaan masyarakat terhadap produk asuransi. Pengamat asuransi Irvan Rajardjo tidak mengherankan jika asuransi menjadi industri yang mencatat pertumbuhan bisnis, khususnya asuransi jiwa.
“Dan klaim (asuransi) saat pandemi itu cukup besar. Ada sekitar Rp 16 triliun begitu yang dibayar oleh asuransi, sehingga memulihkan kepercayaan masyarakat,” ucapnya kepada Kuatbaca, Selasa (22/11/2022).
Kenaikan pembayaran klaim dan pertumbuhan bisnis itu terlihat dari kenaikan pendapatan perusahaan asuransi yang diraih. Laporan Kinerja 2021, dari 58 perusahaan anggota Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) memperlihatkan kenaikan pendapatan sebesar 12% atau Rp 241,2 triliun.
Irvan Rahardjo menjelaskan ada perbedaan pola pendapatan perusahaan asuransi pra dan pasca pandemi. Sebelum pandemi, sumber pendapatan asuransi itu melalui bank insurance dan keagenan. Masing-masing menyumbang 20% dan 60% dari total pendapatan. Namun, ini berubah kala pembatasan tatap muka diberlakukan.
“Keagenan itu jumlahnya saat 600.000 personel sebelum pandemi. Namun setelah pandemi dan terutama saat pandemi dipicu oleh pembatasan sosial skala besar. Kita tidak bisa melakukan kontak penjualan,” jelasnya.
Demi menyelamatkan sektor industri asuransi, pemerintah melakukan stimulasi dengan dikeluarkannya SE OJK No. 19 Tahun 2020 tentang Saluran Pemasaran Produk Asuransi.
“Tapi dengan pandemi itu direspon dengan OJK dengan membuat peraturan bahwa tidak perlu tatap muka. Cukup dengan e-conference, atau video call, polis pun cukup dengan e-sign atau tanda tangan melalui elektronik, sehingga relaksasi atau pelonggaran seperti itu sangat memudahkan agen dan industri asuransi tetap berjalan normal,” jelas Irvan Rajardjo kepada jurnalis Kuatbaca.
Adapaun hasil riset Inventure Indonesia bersama Avara Research Center November 2020 lalu menemukan sebanyak 78,7% responden menyatakan pandemi membuat perlunya asuransi jiwa dan asuransi kesehatan. Irvan juga memberikan konfirmasi, bahwa minat masyarakat dapat terlihat dari kenaikan pendapatan premi perusahaan asuransi jiwa.
UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian menyebutkan bahwa premi ialah sejumlah uang yang ditetapkan oleh Perusahaan Asuransi atau perusahaan reasuransi dan disetujui oleh Pemegang Polis untuk dibayarkan berdasarkan perjanjian Asuransi atau perjanjian.
Untuk mengetahi lebih lanjut, tim Kuatbaca mengumpulkan 10 perusahaan asurasni jiwa dengan penyampaian laporan keuangan tercepat dan terlengkap menurut OJK pada September 2022.
Dari 10 perusahaan asuransi jiwa yang disoroti, PT Asuransi Jiwa IFG masih belum bisa terlihat perubahan pendapatan preminya. Sebab, data yang ditemukan hanya terdapat pada 2021 saja, mengingat perusahaan ini adalah penerima mandat dari program penyelamatan nasabah Jiwasraya.
Dari diagram di atas, fluktuasi pendapatan premi perusahaan asuransi jiwa dapat terlihat sepanjang periode 2018 hingga 2021 yang menunjukkan waktu pra dan pasca pandemi.
Dari periode 2018-2019 yakni sebelum pandemi, ada 5 perusahaan yang mengalami kenaikan perusahaan: PT Central Asia Financial, PT Asuransi Jiwa InHealth Indonesia, PT Asuransi BRI Life, PT PFI Mega Life Insurance, dan PT Asuransi Jiwa Astra. Di lain sisi, ada 3 perusahaan yang pendapatan preminya turun: PT Asuransi Jiwa Sequis Life, PT Heksa Solution Insurance, dan PT Asuransi Jiwa Sequis Financial.
Di 2019-2020, perusahaan yang mengalami penurunan pendapatan premi bertambah menjadi 4 perusahaan, yaitu PT Central Asia Financial, PT Axa Financial Indonesia, PT Asuransi Jiwa Sequis Life, dan PT Asuransi Jiwa Sequis Financial
Sementara itu, 5 perusahaan mengalami kenaikan pendapatan premi, yakni PT Asuransi Jiwa InHealth Indonesia, PT Asuransi BRI Life, PT PFI Mega Life Insurance, PT Heksa Solution Insurance, dan PT Asuransi Jiwa Astra.
Di periode pemulihan pandemi dari 2020 ke 2021, terlihat kenaikan signifikan. Jumlah perusahaan yang mengalami pendapat meningkat hingga 7 perusahaan, yaitu PT Axa Financial Indonesia, PT Asuransi Jiwa InHealth Indonesia, PT Asuransi BRI Life, PT PFI Mega Life Insurance, PT Heksa Solution Insurance, PT Asuransi Jiwa Sequis Financial, dan PT Asuransi Jiwa Astra.
Adapun hanya 2 perusahaan di periode 2020-2021 yang mengalami penurunan pendapatan premi, yakni PT Central Asia Financial dan PT Asuransi Jiwa Sequis Life.
Fenomena ini dapat menggambarkan bagaimana pandemi membawa dua kutub yang saling tarik menarik: kesadaran dan minat masyarakat akan asuransi jiwa dan tekanan daya beli akibat ekonomi terpuruk.
“Jadi pandemi itu menimbulkan dua arah. Pertama menimbulkan kesadaran yang lebih tinggi untuk membeli asuransi. Namun juga ada tekanan daya beli karena banyak PHK dan kehilangan pendapatan,” jelas Irvan Rahardjo.
Data visualisasi data di atas pula, ada 4 perusahaan asuransi jiwa yang konsisten mengalami kenaikan pendapatan premi dari 2018-2021: PT Asuransi Jiwa InHealth Indonesia, PT Asuransi BRI Life, PT PFI Mega Life Insurance, dan PT Asuransi Jiwa Astra.
Pengamat asuransi Irvan Rahardjo menjelaskan peningkatan pendapatan yang konsisten terjadi pada perusahaan yang mempunyai grup karena mempunyai kanal bank insurance.
“Yang mengalami peningkatan bisa diidentifikasi itu yang mempunyai grup, misalnya BRI Life atau Capital Life, atau BNI Life, yang punya grup itu tumbuhnya besar karena tadi melalui kanal bank insurance itu,” pungkasnya. (*)