top ads
Home / Telik / Ekonomi / Anak Haram Bernama Badan Karantina Nasional

Ekonomi

  • 736

Anak Haram Bernama Badan Karantina Nasional

  • January 14, 2022
Anak Haram Bernama Badan Karantina Nasional

Timbul tenggelam wacana pembentukan Badan Karantina Nasional atau BKN dilecut ego sektoral tiga kementrian. Ancaman kehilangan wewenang jadi motif gugurkan benih BKN dalam Rahim UU nomor 21 tahun 2019. Badan ini mengampu anggaran lebih dari Rp1 triliun.”

 

Sah! 18 Oktober 2019 ruang rapat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi IV bergema. Peserta rapat saat itu yang dihadiri oleh Anggota DPR Komisi IV serta pemerintah, dalam hal ini Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) dan Kementrian Pertanian (Kementan) sepakat dengan lahirnya UU nomor 21 tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.

 

Di dalam UU tersebut tertulis amanat untuk segera membuat Badan Karantina Nasional (BKN). Dengan hadrinya BKN fungsi Karantina tiga kementrian tersebut akan diambil alih.

 

Kehadiran BKN dianggap sangat penting demi menjaga kedaulatan pangan. Badan ini dinilai memiliki peran strategis untuk menjaga keamanan produk nasional dari serbuan produk impor yang masuk ke Indonesia.

 

Saat wabah melanda, BKN juga berperan penting menjadi garda terdepan pencegahan datangnya virus dari luar negeri.

 

Terlebih, sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman hayati terbesar keempat di dunia, Indonesia memiliki banyak pintu masuk yang rentan terhadap penyebaran wabah dan virus melalui lalu lintas hewan, ikan dan tumbuhan.

 

Prof. Dr. Ir. Slamet Budi Prayitno, MSc, pakar manajemen ikan dari Universitas Diponegoro mengingatkan, pembentukan Badan Karantina Nasional sebaiknya menjadikan penguatan tugas, pokok dan fungsi sebagai fokus utama.

 

Sehingga integrasi dan koordinasi semakin efektif dan efisien dalam satu lembaga.

 

"Jangan sampai pembentukan Badan Karantina Nasional hanya sebatas reorganisasi dan regulasi saja. Mengingat masalah dan tantangan kekarantinaan ke depan semakin berat,” kata Prof. Slamet dalam keterangan persnya, belum lama ini.

 

Ya, hingga kini pengesahan BKN nyatanya hanya sebatas reorganisasi dan regulasi saja. Kelahiran lembaga ini masih jadi perdebatan alot. Padahal, 31 Desember 2021, adalah batas akhir pemerintah menunaikan amanat UU nomor 21 tahun 2019 tersebut.

 

Sejak dulu, sejumlah kementrian nampaknya tidak merestui kelahiran sang anak emas, BKN. Di periode pertama kepemimpinan Joko Widodo, BKN yang sudah dalam kandungan berhasil digugurkan.

 

Senin 11 September 2017 silam, liputan6.com mencatat Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti secara tegas menolak kehadiran BKN. Dirinya mengatakan, penolakan itu berdasarkan arahan Presiden dalam rapat terbatas (ratas) pada 20 September 2016 lalu, terkait penataan lembaga, memberikan arahan jika keluarnya UU Karantina tidak harus diikuti dengan pembentukan badan baru.

 

"Jadi kita menginginkan koordinasi dan terintegrasinya karantina antar departemen itu disatukan dengan Peraturan Pemerintah, atau di bawah koordinasi dengan Perpres," ujar dia di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (11/9/2017).

 

Ironinya, kementrian PANRB, yang memiliki kewenangan merumuskan dan menetapkan kebijakan senada dengan Menteri KKP saat itu. Staf Ahli Menteri PANRB Bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah, M Shadiq Pasadigoe mengatakan,‎ pada prinsipnya kelembagaan karantina sudah ada di masing-masing kementerian, baik Kementerian Pertanian (Kementan) maupun Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

 

"Mungkin butuh penyempurnaan di mana di Kementan ada lembaga karantina di eselon 1, di KKP juga ada, hanya di KLHK yang belum ada. Pada prinsipnya, apa yang berhubungan dengan kelembagaan ini tidak diatur dalam UU yang akan kita selesaikan," ungkap dia. 

 

Kembali ke periode kedua kepemimpinan Jokowi, Kehamilan BKN dalam rahim amanat UU 21 tahun 2019 nampaknya lagi-lagi berhasil digugurkan. Dua tahun dalam kandungan, BKN tak kunjung muncul dipermukaan.

 


Kepada Kuatbaca.com, Daniel Johan, Anggota DPR Komisi IV menyatakan persoalan anggaran selalu jadi alasan para kementrian terkait gagalkan pengesahan BKN. Pembentukan BKN digadang-gadang akan menghabiskan uang negara.

 

Alasan tersebut jelas tak masuk akal bagi politisi asala PKB tersebut.

 

"Seharusnya tidak perlu memikirkan anggaran. Bukannya malah lebih irit? Karena tugas karantina beberapa Instansi seperti Kementan dan KKP dijadikan dalam satu badan," jelas Daniel dalam sambungan telepon, Kamis (16/12/2021).

 

Selain memangkas anggaran, hadirnya BKN juga dianggap dapat menguatkan fungsi karantina para Kementrian terkait.

 

"Selain lebih irit, fungsinya akan lebih kuat kalau menyatu," tambahnya.

 

Berbicara soal anggaran, mengintip anggaran KKP tahun 2021, tercatat Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) mendapat anggaran hingga Rp.603,71 miliar. Anggaran tersebut menempati predikat terbesar kedua diatas Ditjen PDSPKP sebesar Rp431,7 miliar, Ditjen PRL dengan jumlah anggaran Rp455,35 miliar, Setjen Rp497,64 miliar, dan Itjen Rp86,76 miliar. Anggaran terbesar ada di BRSDMKP dengan total anggaran Rp1,52 triliun.

 

Sedangkan catatan anggaran Kementan tertulis, Badan Karantina Pertanian memegang anggaran sebanyak Rp1,11 triliun.

 

“Ego sektoral,” jawab Daniel ketika ditanya mengapa para kementrian terkait bersikeras menolak hadirnya BKN di dunia perkarantinaan Indonesia. Sepertinya, anggaran yang bombastis jadi pemicu ego sektoral itu muncul.

 

Yang pasti, lanjut Daniel, "Kementrian terkait gagal meyakinkan Presiden akan pentingnya BKN, dan Presiden yang memiliki wewenang diharapkan lebih bijak," pungkasnya. (*)


Jurnalis :
Editor :
Illustrator :Priyana Nur Hasanah
Infografis :Priyana Nur Hasanah
side ads
side ads