Thomas Partey Terjerat Kasus Pemerkosaan, Arsenal Disorot karena Sikap Bungkam

5 July 2025 20:54 WIB
thomas-partey-1751217257954_169.jpeg

Kuatbaca - Isu yang mengguncang dunia sepak bola Inggris kembali mencuat. Gelandang asal Ghana, Thomas Partey, resmi didakwa atas sejumlah tuduhan pemerkosaan dan kekerasan seksual yang terjadi antara tahun 2021 dan 2022. Yang menjadi sorotan tajam bukan hanya kasus itu sendiri, melainkan sikap Arsenal yang selama ini terkesan diam dan tetap memainkan sang pemain di tengah proses hukum yang sedang berlangsung.

Dugaan Lama yang Baru Muncul ke Permukaan

Kasus yang menjerat Partey sebenarnya bukan hal baru. Isu mengenai dugaan tindak kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang pemain Premier League telah bergulir sejak beberapa tahun lalu. Namun, identitas pelaku tetap menjadi rahasia publik karena alasan hukum dan perlindungan privasi hingga akhirnya dakwaan resmi muncul dan nama Partey dikonfirmasi sebagai tersangka.

Sementara itu, Arsenal justru tetap melibatkan sang pemain dalam berbagai pertandingan penting selama tiga musim terakhir. Ia terus menjadi bagian dari skuad utama meskipun proses penyelidikan tengah berjalan di belakang layar. Hal inilah yang membuat banyak pihak merasa ada kejanggalan dalam cara klub menangani isu serius ini.

Arsenal dan Standar Ganda dalam Penanganan Kasus

Tindakan Arsenal yang memilih untuk tidak mencoret Partey dari skuad menimbulkan pertanyaan besar soal standar etik di tubuh klub. Banyak pengamat menilai bahwa Arsenal seharusnya bersikap lebih tegas sejak awal, apalagi jika melihat tindakan yang diambil oleh klub-klub besar lainnya dalam kasus serupa.

Misalnya, Manchester United pernah mencoret Mason Greenwood dari aktivitas tim saat sang pemain tengah menghadapi tuduhan serupa. Begitu pula Manchester City yang langsung membekukan Benjamin Mendy begitu kasusnya dilaporkan ke publik. Mengapa Arsenal tak melakukan hal yang sama?

Kekecewaan dari Basis Pendukung Sendiri

Tak hanya dari luar, kecaman juga datang dari dalam rumah sendiri. Beberapa kelompok pendukung Arsenal mengaku kecewa karena klub tidak mengambil langkah tegas terhadap Partey sejak tuduhan pertama kali mencuat. Bahkan, sempat beredar petisi dari kelompok fans yang menuntut agar Partey disingkirkan dari tim, namun tampaknya tidak membuahkan hasil.

Suporter menganggap bahwa diamnya klub memberikan pesan yang salah, seolah kesuksesan di lapangan lebih penting daripada nilai moral dan empati terhadap korban. Rasa frustasi pun merebak di kalangan pendukung yang merasa terjebak antara loyalitas terhadap klub dan penolakan terhadap sikap pasif manajemen.

Beberapa penggemar mengungkapkan pengalaman tidak nyaman saat berada di stadion. Ketika suporter lawan menyuarakan nyanyian sindiran tentang kasus yang menimpa Partey, banyak pendukung Arsenal hanya bisa terdiam. Tak ada pernyataan resmi, tak ada solidaritas publik, dan tak ada ajakan untuk berdialog—semuanya seolah dianggap angin lalu.

Ironisnya, klub yang selama ini mempromosikan nilai-nilai inklusivitas dan kesetaraan malah gagal memberikan respons yang pantas terhadap isu kekerasan seksual yang melibatkan pemainnya sendiri.

Setelah dakwaan resmi dikeluarkan dan kontrak Partey berakhir pada 30 Juni 2025, Arsenal akhirnya merilis pernyataan. Namun, isi pernyataan tersebut justru semakin memicu kritik. Klub menyatakan tidak bisa memberikan komentar karena Partey sudah bukan bagian dari tim, sekaligus berlindung di balik proses hukum yang masih berjalan.

Bagi banyak orang, jawaban ini dianggap menghindar dan tidak menyelesaikan persoalan. Kritik terhadap minimnya transparansi dan tanggung jawab moral tetap menggema, bahkan setelah Partey tidak lagi berseragam merah putih.

Isu ini menjadi refleksi penting bagi dunia sepak bola, tidak hanya untuk Arsenal. Kasus Partey menunjukkan bahwa klub-klub besar masih memiliki pekerjaan rumah dalam membangun sistem yang berpihak kepada nilai-nilai keadilan dan perlindungan korban. Ketika seorang pemain bisa terus bermain setiap pekan, meski tengah menghadapi tuduhan serius, pertanyaan besar pun muncul: di mana batas antara prestasi dan prinsip?

Dalam era ketika kesadaran sosial semakin menguat, tindakan klub tidak bisa lagi hanya berorientasi pada hasil di atas lapangan. Keteladanan dan keberanian untuk bersikap kini menjadi bagian penting dari identitas sebuah institusi olahraga. Dan Arsenal, dalam kasus ini, harus menerima kenyataan bahwa diam bukan lagi pilihan yang dapat diterima.

olahraga

Fenomena Terkini






Trending