Mourinho Dukung Chivu, Tapi Ingin Tetap Jadi "Raja Treble" di Inter Milan

Kuatbaca - Jose Mourinho, sosok legendaris yang dikenal dengan julukan “The Special One”, kembali menyita perhatian publik sepak bola. Kali ini bukan karena prestasi barunya bersama klub barunya, Fenerbahce, melainkan komentarnya terkait penunjukan Cristian Chivu sebagai pelatih anyar Inter Milan. Mourinho memberikan dukungan penuh kepada mantan anak asuhnya tersebut, namun secara jujur mengaku tidak ingin salah satu pencapaian terbesarnya di Inter—treble winners 2010—terulang oleh orang lain. Termasuk oleh Chivu.
Ikatan Emosional Mourinho dan Chivu
Cristian Chivu bukan sekadar mantan pemain bagi Mourinho. Keduanya pernah menuliskan sejarah bersama ketika Inter Milan mencatatkan salah satu musim terbaik dalam sejarah klub Italia itu. Pada 2010, Inter meraih treble—tiga gelar utama dalam satu musim: Serie A, Coppa Italia, dan Liga Champions—sebuah pencapaian langka yang belum pernah terulang di klub tersebut.
Sebagai bagian dari skuad emas itu, Chivu menjadi figur penting di lini pertahanan. Ia dikenal sebagai pemain yang disiplin, tenang, dan memiliki karakter kuat di lapangan. Kini, lebih dari satu dekade kemudian, Chivu kembali ke San Siro bukan sebagai pemain, tapi sebagai arsitek baru klub yang pernah membesarkan namanya. Dan Mourinho, meski jauh di Turki, tetap memantau perkembangan mantan “prajuritnya” itu dengan penuh perhatian.
Harapan Besar dan Peringatan Kecil
Mourinho, dalam gaya khasnya yang penuh percaya diri, menyatakan bahwa ia memiliki harapan besar terhadap Chivu sebagai pelatih. Ia yakin Chivu membawa kualitas, semangat, dan kedekatan emosional dengan klub yang akan menjadi kekuatan tersendiri di ruang ganti. Namun, Mourinho juga menyelipkan kejujuran yang mencerminkan sisi kompetitifnya yang belum pernah padam: ia ingin tetap menjadi satu-satunya pelatih dalam sejarah Inter Milan yang meraih treble.
Keinginan Mourinho ini bukan datang dari ketidaksukaan, melainkan sebagai wujud dari ambisi dan kebanggaannya akan sejarah yang telah ia torehkan. Ia tahu betul bahwa treble bukan prestasi yang bisa dicapai sembarangan. Bahkan, sejak Inter mengangkat trofi Liga Champions pada 2010, klub itu belum lagi mencicipi kejayaan serupa di pentas Eropa. Mourinho ingin pencapaian tersebut tetap menjadi miliknya seorang di lembar sejarah klub.
Jalan Panjang Menanti Chivu
Menjadi pelatih Inter Milan tentu bukan tugas ringan bagi Chivu. Ia akan menghadapi tekanan besar, ekspektasi tinggi, serta bayang-bayang dari pelatih-pelatih legendaris sebelumnya—terutama Mourinho. Namun, Chivu bukan figur asing di lingkungan klub. Sebelum ditunjuk sebagai pelatih utama, ia telah lebih dulu menangani tim primavera (akademi) Inter Milan dan menunjukkan potensi besar dalam membangun karakter serta filosofi permainan.
Tantangan terbesar bagi Chivu adalah bagaimana mengembalikan Inter sebagai kekuatan utama, tidak hanya di Serie A, tetapi juga di Eropa. Tim yang ditinggalkan Simone Inzaghi sudah memiliki fondasi kuat, tetapi tentu butuh sentuhan berbeda agar bisa berkembang lebih jauh. Pertanyaannya, mampukah Chivu membuat warisan baru atau justru hanya menjadi bayangan masa lalu?
Penunjukan Chivu menandai babak baru dalam perjalanan panjang Inter Milan. Klub yang dulu penuh kejayaan kini menatap masa depan dengan harapan baru. Nama Chivu di kursi pelatih membawa nuansa nostalgia, tetapi juga harapan akan kebangkitan generasi baru.
Di sisi lain, komentar Mourinho memperlihatkan bahwa walau telah lama meninggalkan Italia, ia masih memiliki keterikatan emosional dengan Inter. Ia masih merasa bagian dari keluarga besar Nerazzurri—dan tentu ingin warisan terbesarnya di klub itu tetap abadi.
Namun, seperti halnya dalam dunia sepak bola, tidak ada yang abadi. Prestasi bisa dikejar, sejarah bisa ditulis ulang, dan para legenda pun bisa digantikan. Kini, bola ada di tangan Chivu. Apakah ia akan menghormati harapan Mourinho, atau justru membuat sejarah baru yang bisa melampaui sang maestro? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.