Kemenkes Waspadai Lonjakan Kasus COVID-19 di Asia, Epidemiolog Ragukan Tren Penurunan di Indonesia

3 June 2025 10:53 WIB
kasus-covid-meningkat-di-beberapa-negara-asean-apakah-penduduk-indonesia-perlu-khawatir-1748915429180.jpeg

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyatakan kewaspadaan terhadap peningkatan kasus COVID-19 yang terjadi di sejumlah negara Asia seperti Thailand, Malaysia, Singapura, dan Hong Kong. Meski di Indonesia tercatat terjadi penurunan kasus, sejumlah ahli epidemiologi mempertanyakan akurasi data tersebut karena lemahnya sistem pemantauan pascapandemi.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Murti Utami, mengungkapkan bahwa transmisi virus di negara-negara tersebut masih tergolong rendah, demikian pula angka kematiannya. Di sisi lain, laporan mingguan Kemenkes menunjukkan bahwa Indonesia hanya mencatat tiga kasus konfirmasi COVID-19 pada pekan ke-20 tahun ini, menurun dari 28 kasus pada pekan sebelumnya.

Namun, sejumlah ahli menganggap penurunan ini belum tentu mencerminkan situasi nyata di lapangan. Hal ini disebabkan oleh longgarnya pengawasan COVID-19 dan minimnya pelaksanaan tes massal seperti saat pandemi.

Waspada Tapi Tidak Panik

Untuk mengantisipasi perkembangan di negara tetangga, Kemenkes telah mengeluarkan surat edaran kepada dinas kesehatan daerah dan rumah sakit untuk meningkatkan kewaspadaan dini, termasuk memantau tren penyakit pernapasan lainnya. Upaya ini juga termasuk mengaktifkan kembali alat pemindai suhu tubuh (thermal scanner) di bandara serta memperkenalkan kembali fitur Satu Sehat Health Pass sebagai deklarasi kondisi kesehatan pelaku perjalanan internasional.

Meski begitu, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Aji Muhawarman, menyatakan bahwa Indonesia kini berada dalam fase endemi. Menurutnya, tes COVID-19 secara luas hanya relevan saat status pandemi masih berlaku. Ia menegaskan bahwa protokol kesehatan tetap penting sebagai langkah antisipatif terhadap lonjakan kasus.

Epidemiolog Ragukan Validitas Data

Masdalina Pane dari Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) menilai bahwa tren penurunan kasus yang disampaikan Kemenkes belum bisa dikatakan akurat. Ia mengungkapkan bahwa sistem pengawasan saat ini tidak memadai karena sebagian besar fasilitas kesehatan di luar jaringan sentinel tidak lagi rutin melaksanakan tes COVID-19.

Perubahan sistem pemantauan yang mengintegrasikan COVID-19 ke dalam surveilans penyakit seperti Influenza-Like Illness (ILI) dan Severe Acute Respiratory Infection (SARI) juga dinilai menyulitkan pelacakan yang akurat. Pada tahun 2024, hanya terdapat 74 titik fasilitas kesehatan sentinel di seluruh Indonesia.

Menurut Masdalina, saat ini masyarakat cenderung merasa kondisi baik-baik saja hanya karena tidak ada lonjakan rawat inap atau antrian pasien di rumah sakit, padahal bisa saja kasus tidak terdeteksi karena kurangnya pelaporan dan tes.

Sistem Surveilans Masih Lemah

Olivia Herlinda dari Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) juga menyampaikan kekhawatirannya terkait lemahnya sistem surveilans di Indonesia. Ia menyebut banyak puskesmas yang masih menggunakan pencatatan manual, menyebabkan keterlambatan pelaporan. Selain itu, kurangnya integrasi antara sistem kesehatan publik dan swasta membuat pelaporan kasus dari fasilitas kesehatan swasta sangat rendah.

CISDI juga mencatat tidak sinkronnya data antara tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten saat masa pandemi lalu, dan kondisi ini dinilai masih menjadi hambatan hingga kini.

Gejala Ringan Tapi Waspada Long COVID

Meskipun varian baru COVID-19 seperti JN.1, LF.7, NB.1.8, dan XEC yang saat ini beredar di Asia diketahui merupakan turunan dari Omicron dan cenderung menimbulkan gejala ringan, para ahli menekankan bahwa risiko jangka panjang seperti long COVID tetap menjadi ancaman. Infeksi berulang kali dapat menyebabkan dampak kesehatan kronis.

Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, mengingatkan masyarakat untuk tidak menganggap COVID-19 sebagai flu biasa. Menurutnya, kesadaran terhadap dampak jangka panjang harus tetap dijaga.

Mobilitas Tinggi Tingkatkan Risiko Penularan

Mobilitas lintas negara juga menjadi perhatian. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan adanya peningkatan kunjungan dari warga negara Malaysia, Thailand, dan Singapura ke Indonesia sepanjang April 2025, yang memperbesar potensi masuknya varian baru.

Olivia dari CISDI menambahkan bahwa tren vaksinasi yang menurun juga turut memperlemah kekebalan kolektif masyarakat. Karena itu, meskipun kasus yang tercatat kecil, Indonesia tetap perlu meningkatkan kesiapsiagaan terhadap ancaman gelombang baru.

Protokol Kesehatan Masih Relevan

Para ahli menegaskan bahwa penerapan 3M—memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak—masih sangat relevan, bukan hanya untuk mencegah COVID-19, tetapi juga penyakit lain seperti tuberkulosis. Masdalina menekankan pentingnya pendekatan pencegahan, terutama di tempat umum dan fasilitas kesehatan.

kasus covid-19
kemenkes
lonjakan covid
epidemiolog

kesehatan

Fenomena Terkini






Trending