Mengapa Jabodetabek Masih Diguyur Hujan Lebat di Awal Musim Kemarau? Ini Penjelasan BMKG

Kuatbaca.com - Meski sudah memasuki awal Mei yang secara umum dikategorikan sebagai awal musim kemarau, wilayah Jabodetabek masih mengalami hujan dengan intensitas lebat dalam beberapa hari terakhir. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan bahwa kondisi ini wajar terjadi karena saat ini Indonesia, khususnya kawasan Jabodetabek, masih berada dalam masa transisi atau peralihan dari musim hujan ke musim kemarau.
Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, menjelaskan bahwa masa transisi biasanya ditandai dengan kondisi cuaca yang tidak menentu. Pagi hingga siang hari terasa panas terik, namun di sore hingga malam hujan lebat bisa terjadi secara tiba-tiba. "Bulan Mei ini secara umum masih berada dalam masa peralihan musim dari hujan ke kemarau," jelas Andri.
1. Bibit Siklon 92S Jadi Pemicu Hujan Lebat dan Angin Kencang
Salah satu faktor utama yang menyebabkan terjadinya hujan lebat di Jabodetabek meskipun sudah masuk awal musim kemarau adalah munculnya sistem tekanan rendah yang dikenal dengan bibit siklon tropis 92S. Sistem ini mulai terpantau aktif sejak tanggal 2 Mei 2025 di sekitar perairan selatan Jawa Tengah dan terus bergerak ke arah barat hingga barat daya.
Pergerakan bibit siklon ini memicu terbentuknya area konvergensi atau pertemuan massa udara, yang kemudian meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan. Selain itu, sistem ini juga mendorong terjadinya peningkatan kecepatan angin hingga lebih dari 25 knot serta ketinggian gelombang laut di Samudera Hindia yang mencapai hingga 2,5 meter.
2. Dampak Langsung: Genangan dan Banjir di Sejumlah Wilayah
Hujan deras yang terjadi pada Sabtu (3/5/2025) menyebabkan genangan air dan banjir di beberapa wilayah di Jakarta dan sekitarnya. Berdasarkan laporan terkini, setidaknya enam Rukun Tetangga (RT) dan satu ruas jalan utama mengalami genangan dengan ketinggian air yang cukup signifikan. Kondisi ini menimbulkan kepadatan lalu lintas serta mengganggu aktivitas warga.
BMKG menegaskan bahwa fenomena ini bersifat sementara, namun tetap perlu diwaspadai. Kendati bibit siklon 92S saat ini sudah tidak lagi terpantau aktif secara signifikan, pola tekanan rendah yang semula menjadi asal mula pembentukannya masih tetap ada, dan berpotensi mempengaruhi pola cuaca dalam beberapa hari ke depan.
3. BMKG Imbau Warga Tetap Waspada Hadapi Cuaca Ekstrem
BMKG melalui pernyataan resminya meminta masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, atau angin kencang yang bisa saja muncul meskipun musim kemarau sudah dimulai. Sistem peralihan musim cenderung tidak stabil, dan dengan adanya dinamika atmosfer yang aktif, potensi gangguan cuaca ekstrem tetap tinggi.
“BMKG terus memantau perkembangan sistem ini dan menganalisis potensi dampaknya terhadap pola cuaca dalam beberapa hari ke depan,” ujar Andri Ramdhani. Ia juga menekankan bahwa informasi cuaca yang akurat sangat penting bagi masyarakat agar dapat mengantisipasi risiko sedini mungkin.
4. Prediksi Cuaca Kemarau Tidak Sama di Setiap Wilayah
Selain itu, BMKG juga mengingatkan bahwa awal musim kemarau tidak datang secara seragam di seluruh wilayah Indonesia. Di beberapa daerah, kemarau bisa mulai lebih awal, sementara wilayah lainnya, seperti Jabodetabek, cenderung mengalami keterlambatan akibat faktor dinamika cuaca lokal dan global, termasuk fenomena seperti siklon, tekanan rendah, dan perubahan suhu permukaan laut.
Untuk itu, BMKG mendorong masyarakat untuk aktif mengikuti informasi terbaru dari kanal resmi BMKG dan tidak hanya mengandalkan asumsi kalender musiman. Terutama bagi para pelaku usaha di sektor pertanian, perikanan, dan transportasi, informasi cuaca akurat sangat krusial dalam perencanaan kegiatan sehari-hari.