Tekanan Jual Asing Terus Membesar, IHSG Melemah Tipis di Awal Juli 2025

Kuatbaca.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup pekan pertama Juli 2025 dengan performa negatif. Meski hanya melemah tipis, tekanan jual dari investor asing terus meningkat signifikan, bahkan mencatat rekor net foreign sell yang telah menembus angka Rp 55,99 triliun sejak awal tahun.
Pelemahan ini terjadi dalam periode perdagangan 30 Juni hingga 4 Juli 2025. Sepanjang pekan tersebut, IHSG terkoreksi sebesar 0,47% dari posisi pekan sebelumnya, turun dari 6.897,40 ke level 6.865,19. Secara khusus pada Jumat (4/7/2025), asing tercatat menjual saham senilai Rp 465,75 miliar.
Kondisi pasar saham yang cenderung menurun ini disampaikan langsung oleh Sekretaris Bursa Efek Indonesia (BEI), Kautsar Permadi Nurahmad. Ia menjelaskan bahwa tekanan global dan aksi profit taking menjadi faktor yang turut mendorong volatilitas dalam pekan tersebut.
1. Kapitalisasi Pasar dan Transaksi Ikut Melemah
Tidak hanya indeks saham utama yang tertekan, kapitalisasi pasar di BEI juga turut terkoreksi. Dari sebelumnya senilai Rp 12.098 triliun, kapitalisasi pasar melemah menjadi Rp 12.070 triliun, atau turun sebesar 0,23% dalam sepekan.
Rata-rata volume transaksi harian juga mengalami penurunan signifikan. Dari 22,13 miliar lembar saham, kini hanya mencapai 19,44 miliar lembar, atau turun 12,18%. Ini mengindikasikan adanya penurunan aktivitas beli-jual yang cukup besar di pasar modal.
Tak hanya volume, frekuensi transaksi harian juga ikut menurun sebanyak 12,24% menjadi 1,05 juta kali transaksi. Sementara itu, nilai transaksi harian anjlok 21% dari Rp 13,15 triliun menjadi Rp 10,39 triliun.
Fakta-fakta ini memperlihatkan bahwa minat pelaku pasar dalam perdagangan saham pada awal Juli 2025 mengalami penurunan cukup tajam, baik dari sisi transaksi maupun nilai.
2. Asing Masih Menjual, Tapi Investor Domestik Tumbuh Positif
Meskipun tekanan jual dari investor asing cukup besar dan IHSG melemah, kabar baik datang dari sisi pertumbuhan investor domestik. Data dari BEI mencatat bahwa jumlah investor pasar modal terus tumbuh dan kini telah mencapai 17.016.329 SID (Single Investor Identification).
Angka ini menunjukkan pertumbuhan sebesar 11,42% atau naik 2.144.690 SID dibandingkan akhir tahun 2024 yang hanya mencatat 14.871.639 SID. Ini membuktikan bahwa partisipasi masyarakat dalam dunia investasi, khususnya pasar saham, terus meningkat meski pasar tengah volatil.
Menurut Kautsar, pertumbuhan jumlah investor di Indonesia masih menunjukkan tren yang sangat positif dalam lima tahun terakhir. Pada tahun 2020, jumlah investor baru menyentuh angka 3,8 juta SID, lalu melonjak 93% menjadi 7,4 juta SID di tahun 2021.
Selanjutnya, di tahun 2022 tumbuh 38% menjadi 10,3 juta SID, dan naik lagi 17,9% pada 2023 menjadi 12,1 juta SID. Peningkatan kembali terjadi di 2024 sebesar 22,2% menjadi 14,8 juta SID, dan kini awal Juli 2025 sudah menyentuh 17 juta SID.
3. Meningkatnya Investor Ritel Jadi Harapan Baru Pasar
Kenaikan jumlah investor, terutama dari kalangan ritel, menjadi kekuatan baru bagi ketahanan pasar modal Indonesia. Meski investor asing masih menjadi kontributor besar dalam transaksi harian, basis investor domestik yang kuat dinilai mampu menahan gejolak global yang sering kali berdampak pada IHSG.
Hal ini menjadi sinyal positif bahwa literasi keuangan dan minat masyarakat terhadap investasi mulai membuahkan hasil. Berbagai upaya kampanye edukasi dan inklusi keuangan yang dilakukan oleh OJK, BEI, dan pelaku industri sekuritas, tampaknya mulai menunjukkan dampaknya.
Dengan semakin banyaknya masyarakat yang masuk ke dunia pasar modal, diharapkan pasar Indonesia tidak terlalu bergantung pada modal asing, terutama dalam jangka panjang. Selain itu, keberadaan investor ritel juga membuat pasar menjadi lebih dinamis dan kompetitif.
Ke depan, BEI menargetkan peningkatan investor pasar modal hingga 20 juta SID sebelum tahun 2026. Ini dianggap realistis jika tren pertumbuhan yang ada saat ini terus dijaga dengan pendekatan edukatif yang konsisten.
4. Sentimen Global Masih Jadi Penggerak Pasar
Sementara dari sisi makro, tekanan eksternal seperti gejolak geopolitik, ketidakpastian arah suku bunga Amerika Serikat (The Fed), serta kekhawatiran perlambatan ekonomi global masih membayangi pasar saham Indonesia. Investor asing tampak terus mengambil langkah hati-hati dengan melakukan aksi jual.
Tekanan ini tak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di bursa-bursa utama dunia. Sejumlah indeks global seperti Dow Jones, Nikkei, dan Hang Seng juga mengalami pelemahan akibat kekhawatiran akan inflasi dan kebijakan moneter lanjutan.
Dengan kondisi ini, pelaku pasar diimbau untuk lebih selektif dalam memilih saham. Fokus utama tetap pada emiten dengan fundamental kuat, kinerja keuangan sehat, serta potensi pertumbuhan di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Meski IHSG sempat melemah, pelaku pasar tetap optimis bahwa paruh kedua 2025 akan menjadi momen rebound, terlebih jika sentimen positif dari dalam negeri—seperti pertumbuhan ekonomi dan kestabilan politik—mampu menjaga kepercayaan investor.