Jelang Puncak Giling, Pemerintah dan Polri Awasi Ketat Serapan Gula Petani

5 July 2025 20:42 WIB
gula-rafinasi_169.jpeg

Kuatbaca - Menjelang puncak musim giling tebu yang diperkirakan berlangsung pada Juli hingga Agustus 2025, pemerintah mengambil langkah serius untuk memastikan bahwa hasil panen petani tebu dalam negeri benar-benar terserap dengan harga yang adil. Hal ini menjadi bagian dari upaya strategis dalam menata ulang tata niaga gula nasional sekaligus menjaga keseimbangan antara produksi lokal dan distribusi di pasar.

Tata Niaga Gula Jadi Sorotan Nasional

Produksi gula nasional selama ini menghadapi tantangan klasik: rembesan gula rafinasi ke pasar konsumsi umum yang menekan harga gula lokal. Rafinasi seharusnya hanya digunakan untuk kebutuhan industri, namun dalam praktiknya, tak jarang jenis gula ini menyusup ke pasar ritel dan menciptakan distorsi harga.

Pemerintah kini ingin menegakkan batas yang jelas antara keduanya. Dengan penegakan regulasi dan pengawasan ketat, diharapkan gula hasil tebu lokal bisa terserap maksimal dengan harga yang sesuai dengan Harga Acuan Pembelian (HAP), yakni Rp 14.500 per kilogram. Harga ini dinilai mampu memberikan keuntungan yang layak bagi petani, sekaligus menjaga stabilitas harga di tingkat konsumen.

Langkah Serius Pemerintah dalam Pengawasan

Untuk memastikan komitmen ini terlaksana di lapangan, Badan Pangan Nasional (Bapanas) telah memperkuat kerja sama dengan berbagai instansi, salah satunya Satgas Pangan Polri. Kolaborasi ini bertujuan untuk memperketat pengawasan distribusi dan mencegah potensi penyimpangan distribusi gula rafinasi.

Koordinasi yang intens juga dilakukan dengan BUMN di sektor pangan, seperti ID FOOD dan PTPN. Keduanya diminta meningkatkan sistem lelang gula dan melaporkan aktivitasnya secara berkala. Transparansi dan akuntabilitas dianggap penting agar semua pihak, mulai dari petani, pelaku usaha, hingga pemerintah daerah, bisa mengawasi jalannya distribusi gula dengan baik.

Satgas Pangan Polri Turun ke Lapangan

Sebagai bagian dari operasi nasional, Polri melalui telegram resmi yang dikeluarkan pada awal Juli telah menginstruksikan jajarannya untuk aktif terlibat dalam pengawasan. Satgas Pangan diperintahkan melakukan pemetaan terhadap seluruh rantai distribusi, dari produsen hingga pasar tradisional dan modern. Data ini akan menjadi dasar penting untuk mengidentifikasi wilayah rawan kebocoran rafinasi.

Tak hanya itu, pengawasan juga dilakukan di wilayah perbatasan. Satgas Pangan bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk menghalau peredaran gula ilegal atau selundupan, yang bisa semakin memperparah kondisi pasar domestik.

Jika ditemukan pelanggaran, terutama dari pelaku usaha yang secara sengaja mengedarkan gula rafinasi di luar jalurnya, tindakan hukum tegas akan dijatuhkan. Penegakan hukum ini bukan hanya sebagai bentuk sanksi, tetapi juga menjadi sinyal bahwa pemerintah benar-benar serius dalam melindungi kepentingan petani dan konsumen.

Isu rembesan rafinasi memang bukan hal baru, namun perhatian pemerintah kali ini jauh lebih konkret dan terstruktur. Seluruh kebijakan diarahkan pada satu tujuan: memastikan petani mendapatkan haknya dan tidak merugi akibat manipulasi pasar.

Langkah-langkah ini menjadi bagian dari strategi jangka panjang menuju swasembada gula nasional, salah satu program unggulan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Dengan produksi dalam negeri yang sehat dan tata niaga yang transparan, Indonesia diharapkan bisa mengurangi ketergantungan impor dan memperkuat ketahanan pangan nasional.

Tantangan dalam sektor pergulaan tak bisa diatasi oleh satu pihak saja. Diperlukan kerja sama lintas kementerian, BUMN, aparat penegak hukum, dan tentunya pelaku usaha. Pemerintah telah membuka ruang kolaborasi dan memberikan arah kebijakan, tinggal bagaimana seluruh pemangku kepentingan bisa menjalankannya di lapangan.

Di tengah fluktuasi harga pangan global dan tantangan iklim yang memengaruhi produksi, penguatan sektor pangan berbasis lokal seperti tebu menjadi semakin penting. Dengan pengawasan ketat, distribusi yang tertib, dan harga yang adil, petani bisa terus termotivasi untuk meningkatkan produktivitas—dan masyarakat pun dapat menikmati hasilnya secara berkelanjutan.

Fenomena Terkini






Trending