Investasi Rp 2.000 Triliun Gagal Terealisasi di Indonesia: Alarm Serius untuk Perizinan dan Reformasi Birokrasi

3 July 2025 13:40 WIB
ilustrasi-investasi_169.jpeg

Kuatbaca - Kabar mengejutkan datang dari Kementerian Investasi dan Hilirisasi. Wakil Menteri Todotua Pasaribu mengungkap bahwa potensi investasi senilai hingga Rp 2.000 triliun gagal terealisasi sepanjang tahun 2024. Angka fantastis ini bukan hanya sekadar statistik, tapi juga cerminan persoalan mendalam dalam birokrasi dan regulasi perizinan usaha di Indonesia.

Potensi Besar yang Gagal Dimanfaatkan

Indonesia, sebagai negara dengan potensi sumber daya alam dan pasar domestik yang besar, seharusnya menjadi magnet bagi investor global. Namun kenyataan menunjukkan hal sebaliknya. Menurut laporan internal Kementerian Investasi, total nilai investasi yang tidak terealisasi selama 2024 diperkirakan mencapai Rp 1.500 triliun hingga Rp 2.000 triliun. Angka ini hampir setara dengan setengah APBN Indonesia—suatu sinyal bahwa ada keran besar peluang ekonomi yang bocor.

Kegagalan ini bukan hanya soal angka, tapi mencerminkan kerugian yang nyata: ribuan proyek tidak berjalan, lapangan kerja yang batal tercipta, serta potensi pertumbuhan ekonomi yang terhambat.

Perizinan: Masalah Klasik yang Belum Tuntas

Salah satu penyebab utama dari mandeknya realisasi investasi adalah persoalan klasik: perizinan yang rumit dan memakan waktu. Proses birokrasi yang berbelit, tumpang tindih kebijakan antarinstansi, dan ketidakpastian hukum membuat investor enggan melangkah lebih jauh setelah menanamkan niat dan dana awal.

Todotua menyebut, sistem layanan perizinan yang belum terintegrasi dan masih lambat menjadi ganjalan besar. Bahkan, sebanyak 1.700 jenis perizinan usaha yang harus dikoordinasikan dengan 17 kementerian/lembaga membuat alur semakin kompleks dan membingungkan bagi investor, khususnya yang baru masuk ke pasar Indonesia.

Iklim Investasi Perlu Pembenahan Total

Selain urusan teknis perizinan, iklim investasi nasional dinilai belum sepenuhnya kondusif. Ketidakpastian regulasi, perubahan aturan mendadak, serta tidak sinkronnya kebijakan pusat dan daerah menjadi momok yang sering disebut oleh para pelaku usaha.

Beberapa investor, terutama dari luar negeri, menganggap Indonesia belum memberikan rasa aman dan kepastian hukum. Hal ini menjadi PR besar pemerintah, jika serius ingin menjadikan Indonesia sebagai tujuan utama investasi di Asia Tenggara.

Sebagai bentuk respons, Kementerian Investasi dan Hilirisasi tengah mendorong reformasi birokrasi secara menyeluruh. Salah satu inisiatif yang tengah disiapkan adalah penerapan sistem fiktif-positif, yakni mekanisme di mana perizinan dianggap otomatis disetujui jika dalam batas waktu tertentu tidak ada keputusan dari kementerian teknis terkait.

Sistem ini diharapkan bisa memangkas waktu tunggu perizinan dan menghilangkan ketidakpastian yang selama ini menjadi hambatan utama. Meski begitu, pelaksanaannya masih dalam tahap persiapan, dan belum diumumkan kapan secara resmi akan diterapkan.

Masuk ke paruh kedua tahun 2025, pemerintah dituntut untuk tidak lagi hanya melakukan evaluasi, tapi juga menunjukkan aksi nyata dalam perbaikan sistem perizinan dan penguatan koordinasi antar lembaga. Investasi adalah tulang punggung pertumbuhan ekonomi nasional. Jika tidak segera dibenahi, bukan tidak mungkin tren gagalnya investasi ini akan terus berulang.

Indonesia sedang berada di persimpangan: tetap berkutat dalam pusaran birokrasi atau melompat menjadi kekuatan ekonomi baru melalui reformasi yang berani. Dengan potensi sebesar itu, negara tidak bisa terus-menerus kehilangan peluang emas hanya karena ketidaksiapan sistem.

Kegagalan realisasi investasi hingga Rp 2.000 triliun harus menjadi refleksi serius, bukan hanya bagi Kementerian Investasi, tapi juga seluruh elemen pemerintahan. Jika Indonesia ingin bergerak cepat dalam mengejar target pembangunan dan industrialisasi, maka perizinan harus menjadi pintu yang ramah dan pasti—bukan labirin yang memusingkan. Tahun 2025 harus menjadi titik balik menuju sistem investasi yang progresif, cepat, dan terpercaya.

Fenomena Terkini






Trending