Gula Petani Harus Terserap, Polri Turun Tangan Awasi Peredaran Rafinasi

Kuatbaca - Menjelang puncak musim giling tebu nasional yang diprediksi terjadi pada Juli hingga Agustus 2025, pemerintah mengambil langkah tegas untuk memastikan hasil panen petani benar-benar terserap oleh pasar. Badan Pangan Nasional (Bapanas) bersama Satgas Pangan Polri kini aktif memantau dan memperkuat pengawasan terhadap jalur distribusi gula, terutama untuk mencegah rembesan gula rafinasi ke pasar konsumsi yang bisa mengganggu harga gula lokal.
Langkah Tegas Pemerintah di Tengah Kegelisahan Petani
Dalam beberapa waktu terakhir, keresahan di kalangan petani tebu meningkat. Mereka khawatir hasil panen tak terserap maksimal akibat peredaran gula rafinasi—gula yang sejatinya digunakan untuk kebutuhan industri—yang bocor ke pasar konsumsi. Hal ini kerap membuat harga gula lokal jatuh dan berdampak langsung pada penghasilan petani.
Untuk menjawab keresahan tersebut, pemerintah mempertegas komitmennya dalam menjaga stabilitas harga dengan memastikan Harga Acuan Pembelian (HAP) gula petani tetap di angka Rp14.500 per kilogram. Tujuannya jelas: menjaga daya beli petani dan mendorong keberlanjutan usaha pertanian tebu dalam negeri.
Koordinasi Lintas Lembaga, Semua Bergerak
Tak hanya Bapanas, peran BUMN pangan seperti ID FOOD dan PTPN juga diperkuat dalam rantai distribusi dan pelelangan hasil gula petani. Proses lelang diharapkan lebih cepat dan transparan, dengan laporan berkala yang disampaikan kepada pemerintah pusat dan aparat penegak hukum.
Langkah ini juga melibatkan lintas kementerian dan lembaga. Dari Kementerian Perdagangan hingga pemerintah daerah, semuanya diajak bersinergi untuk membangun ekosistem pergulaan yang lebih sehat. Salah satu prioritas utama adalah memastikan bahwa gula industri tidak menyusup ke pasar konsumsi dan menekan harga jual gula rakyat.
Satgas Pangan Polri Turun ke Lapangan
Komitmen pengawasan tidak hanya berhenti pada sektor sipil. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah mengeluarkan perintah tegas lewat telegram resmi kepada seluruh jajaran di daerah untuk segera bertindak. Satgas Pangan Polri diturunkan langsung ke lapangan guna memantau jalur distribusi gula, dari pabrik hingga ke pasar tradisional dan modern.
Langkah yang diambil cukup komprehensif. Petugas mendata produsen, distributor, dan agen untuk memetakan potensi rembesan gula rafinasi. Tak hanya di kota besar, pengawasan juga difokuskan di wilayah-wilayah perbatasan dengan menggandeng Direktorat Jenderal Bea dan Cukai guna mencegah masuknya gula selundupan yang berpotensi merusak pasar domestik.
Tak ada toleransi bagi pelaku usaha yang coba bermain curang. Apabila ditemukan bukti bahwa ada pihak yang mengedarkan gula rafinasi di luar peruntukannya, Satgas Pangan Polri akan segera melakukan penindakan hukum. Pemerintah menegaskan bahwa ini bukan sekadar wacana, melainkan komitmen nyata dalam melindungi kepentingan petani dan konsumen.
Petugas di lapangan juga diminta untuk rutin melaporkan hambatan maupun temuan selama pengawasan. Informasi ini akan menjadi dasar dalam mengambil kebijakan lebih lanjut serta penyesuaian strategi nasional pengelolaan stok dan distribusi gula.
Pemerintah berharap seluruh pihak yang terlibat dalam rantai pasok gula—dari petani, pengusaha, hingga pelaku industri pangan—bisa bersinergi dan menjalankan perannya secara bertanggung jawab. Tujuannya bukan hanya menjaga kestabilan harga, tetapi juga menuju kemandirian dalam produksi gula nasional.
Indonesia menargetkan swasembada gula dalam beberapa tahun ke depan. Agar hal ini tercapai, perlindungan terhadap petani sebagai pilar utama produksi dalam negeri menjadi mutlak. Tanpa kebijakan pengawasan yang tegas dan distribusi yang tertib, mimpi swasembada akan terus terganjal oleh praktik-praktik curang.
Langkah turun tangannya aparat penegak hukum, khususnya Polri, dalam urusan pangan ini menjadi sinyal bahwa negara benar-benar hadir untuk rakyatnya. Tidak hanya dalam kondisi darurat, tetapi juga dalam menjaga keseimbangan sistem ekonomi yang adil dan berkelanjutan.