Kendala Penempatan Tenda Jemaah Haji Indonesia di Arafah

8 June 2025 19:28 WIB
sebagian-jemaah-haji-indonesia-tak-bisa-masuk-ke-tenda-yang-seharusnya-dan-berujung-wukuf-di-tenda-misi-haji-hingga-tenda-cada-1749382500822_169.jpeg

Kuatbaca - Pada pelaksanaan wukuf tahun ini di Arafah, sejumlah jemaah haji Indonesia mengalami kendala dalam mendapatkan tempat di tenda yang telah dialokasikan. Beberapa di antaranya bahkan harus menunaikan wukuf di tenda cadangan maupun tenda milik misi haji lain dan Kerajaan Arab Saudi. Hal ini memicu perhatian dari pihak penyelenggara haji, khususnya Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), yang kemudian memberikan penjelasan terkait permasalahan ini.

Ketua PPIH Arab Saudi, Muchlis M Hanafi, secara terbuka menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang dialami jemaah. Menurutnya, permasalahan ini muncul karena kombinasi faktor teknis dan budaya yang memengaruhi distribusi dan penempatan jemaah di area tenda selama wukuf.

Faktor Teknis dan Budaya yang Menjadi Pemicu

Salah satu persoalan utama yang menyebabkan tenda tidak terisi secara optimal adalah kendala distribusi jemaah. Meski beberapa tenda masih memiliki ruang kosong, jemaah tidak bisa berpindah atau mengisi tempat tersebut karena keterbatasan aturan dan pola penempatan yang ketat.

Contohnya, sebuah tenda yang berkapasitas untuk 350 orang mungkin baru terisi sekitar 325 jemaah dari satu kelompok, namun jemaah lain dari kelompok atau daerah yang sama tidak bisa masuk ke tenda tersebut. Hal ini memperlihatkan adanya ketidakefisienan dalam pengaturan distribusi jemaah.

Selain itu, perpindahan mandiri yang dilakukan oleh sebagian jemaah dari satu hotel ke hotel lain tanpa koordinasi juga turut memperumit situasi. Karena sistem keberangkatan menuju Arafah berbasis hotel, bukan markaz (kelompok daerah), maka tenda-tenda tertentu penuh lebih awal sebelum seluruh jemaah yang dijadwalkan tiba, menyebabkan ketidakseimbangan penempatan.

Petugas Terbatas, Beban Kerja Berat

Masalah lain yang turut mempengaruhi kelancaran wukuf adalah keterbatasan jumlah petugas di Arafah. Banyak petugas yang berasal dari daerah kerja bandara, sementara jumlah jemaah mencapai lebih dari 203 ribu orang yang tersebar di 60 markaz.

Jumlah petugas yang terbatas menyebabkan kesulitan dalam mengatur dan mengawasi disiplin jemaah, termasuk dalam penempatan di tenda-tenda. Beban kerja yang berat juga membuat beberapa petugas mengalami kelelahan, sehingga koordinasi lapangan menjadi kurang optimal.

Perpindahan Sepihak Memperparah Kondisi

Tidak hanya soal teknis dan jumlah petugas, faktor budaya juga muncul saat jemaah melakukan perpindahan tenda secara sepihak agar bisa berkumpul dengan kerabat atau kelompok bimbingan dari daerah asalnya. Tindakan ini justru mengganggu tata letak dan distribusi tenda yang sudah diatur oleh petugas.

Akibatnya, jemaah yang berhak berada di tenda tersebut menjadi tidak bisa masuk dan menyebabkan kepadatan di tenda lain. Situasi ini juga menyulitkan petugas dalam menyalurkan makanan dan pelayanan lain sesuai jadwal.

Gangguan distribusi penempatan jemaah turut berimbas pada penyaluran konsumsi selama masa wukuf. Jemaah haji Indonesia mendapatkan lima kali makan pada 8-9 Zulhijjah, namun sebagian tidak menerima makanan tepat waktu karena data distribusi yang tidak sinkron dengan kondisi di lapangan.

Untuk mengatasi masalah tersebut, PPIH melakukan pemetaan ulang tenda-tenda yang masih memiliki kapasitas kosong dan memanfaatkan tenda cadangan, termasuk tenda misi haji dan tenda yang disediakan Kerajaan Saudi. Bahkan, tenda utama Misi Haji Indonesia turut digunakan sebagai tempat menampung jemaah yang belum mendapatkan tempat.

Langkah diplomasi juga dilakukan untuk melobi pihak syarikah agar menambah tenda cadangan. Berkat upaya ini, sekitar 2.000 jemaah dapat ditempatkan di tenda cadangan resmi Saudi. Pada puncak wukuf, kondisi mulai membaik dan seluruh jemaah bisa menjalankan ibadah dengan lebih tenang.

Selain di Arafah, layanan bagi jemaah juga terus dipastikan berjalan dengan baik di Mina hingga 13 Zulhijjah. PPIH memberikan layanan tenda dan konsumsi bagi jemaah nafar awal maupun nafar tsani hingga seluruh jemaah kembali ke hotel di Makkah.

Jemaah juga diberikan kebebasan memilih waktu pulang dari Mina sesuai kebutuhan dan pilihan mereka, dengan layanan yang tetap optimal sampai akhir masa mabit.

Kendala penempatan tenda di Arafah pada pelaksanaan wukuf kali ini merupakan hasil dari berbagai faktor teknis dan budaya, serta tantangan pengelolaan jumlah petugas yang terbatas. Namun, upaya cepat dan koordinasi intensif PPIH bersama pihak Saudi berhasil mengurai masalah tersebut dan memastikan jemaah tetap dapat melaksanakan ibadah dengan khusyuk dan nyaman.

Pengalaman ini menjadi pelajaran penting untuk penyelenggaraan haji berikutnya agar pelayanan dan pengaturan jemaah bisa semakin baik, demi menjaga kenyamanan dan kelancaran ibadah para jamaah Indonesia.

Fenomena Terkini






Trending