1.000 Jemaah Aboge di Probolinggo Gelar Salat Idul Adha dengan Tradisi Khas

8 June 2025 10:14 WIB
jemaah-aboge-di-probolinggo-gelar-salat-idul-adha-pagi-ini-1749348223136_169.jpeg

Kuatbaca.com - Pagi ini, lebih dari seribu jemaah penganut kepercayaan Aboge (Alif-Rabo-Wage) dari empat kecamatan di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, melaksanakan salat Idul Adha secara bersama-sama. Kegiatan keagamaan ini berlangsung di Musala Al-Barokah yang terletak di Dusun Krajan, Desa Leces. Mereka datang dengan membawa makanan yang kemudian diserahkan kepada para kyai Aboge sebagai bentuk penghormatan dan tradisi turun-temurun.

Pelaksanaan salat dimulai sejak pukul 06.30 WIB dan diikuti dengan khusyuk oleh seluruh jemaah. Meski Idul Adha biasa dirayakan oleh umat Islam di seluruh dunia berdasarkan kalender Hijriah, jemaah Aboge memiliki perhitungan sendiri yang berbeda, menjadikan momen ini terasa sangat khas dan unik.

1. Kalender Aboge, Warisan Budaya dengan Perhitungan Khas

Salah satu ciri khas dari tradisi Aboge adalah penggunaan kalender Jawa kuno yang dikenal sebagai Mujarrobat sebagai acuan penentuan hari besar keagamaan. Tahun ini, Idul Adha Aboge jatuh dua hari lebih lambat dibandingkan dengan umat Islam pada umumnya.

Menurut hitungan yang mereka gunakan, yang dinamakan metode Sarpatji, bulan Besar (Rajeh), hari keempat dengan pasaran siji atau Ahad Legi menjadi penentu waktu Idul Adha. Perhitungan ini bertepatan dengan tahun Jim Awal 1446 Hijriah, sehingga Idul Adha Aboge jatuh pada hari Minggu pagi, 8 Juni 2025.

2. Perhitungan yang Tepat dan Turun-Temurun

Usman, salah satu jemaah Aboge yang ikut hadir, menjelaskan bahwa penentuan tanggal hari raya tidak dilakukan sembarangan, melainkan melalui perhitungan yang sudah matang dan bahkan telah diketahui delapan tahun ke depan. Metode ini merupakan warisan dari nenek moyang mereka dan menjadi pedoman kuat dalam menjalankan tradisi.

"Kami berpedoman pada kitab Mujarrobat yang telah menjadi panduan turun-temurun bagi jemaah Aboge. Perhitungan ini juga kami hormati agar tetap hidup rukun dan saling menghargai dengan tetangga sekitar," ujar Usman dengan penuh keyakinan.

3. Tradisi Salat Idul Adha yang Tak Berbeda dengan Umat Islam Lainnya

Walaupun memiliki perhitungan kalender yang berbeda, pelaksanaan salat Idul Adha oleh jemaah Aboge pada dasarnya sama dengan umat Islam pada umumnya. Salat dilakukan dua rakaat dengan tata cara khusus, yaitu takbir sebanyak tujuh kali di rakaat pertama dan lima kali di rakaat kedua.

Namun, untuk tahun ini, jemaah Aboge memutuskan tidak menyelenggarakan penyembelihan hewan kurban dikarenakan pertimbangan ekonomi. Hal ini menunjukkan sikap realistis dan rasa solidaritas sosial yang tetap terjaga di tengah situasi perekonomian saat ini.

4. Harmoni dan Kearifan Lokal dalam Perayaan Idul Adha Aboge

Perayaan Idul Adha oleh jemaah Aboge di Probolinggo ini bukan hanya sekadar ritual keagamaan, tetapi juga menjadi simbol kuatnya harmoni antar warga dan penghormatan terhadap warisan budaya leluhur. Dengan menghargai perbedaan dalam tradisi, mereka tetap menjaga kebersamaan dan rasa saling menghormati di tengah masyarakat yang plural.

Tradisi unik ini menjadi contoh bagaimana keberagaman dalam praktik keagamaan dapat memperkaya khazanah budaya Indonesia sekaligus memperkuat nilai persatuan dan kesatuan bangsa.

Fenomena Terkini






Trending