Hukum Murur dan Tanazul dalam Ibadah Haji: Solusi Fikih untuk Kenyamanan Jemaah Lansia dan Disabilitas

31 May 2025 10:44 WIB
mustasyar-diny-ppih-kh-m-ulinnuha-1748629751319_169.jpeg

Kuatbaca.com - Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag) kembali melakukan inovasi dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2025 dengan menerapkan skema murur dan tanazul. Dua skema ini dirancang untuk memberikan kemudahan dan mengurai kepadatan jemaah, khususnya di dua titik utama: Muzdalifah dan Mina. Skema ini berlaku terutama bagi jemaah lanjut usia (lansia), penyandang disabilitas, serta jemaah dengan kondisi risiko tinggi.

Langkah ini diambil sebagai respon terhadap keterbatasan kapasitas area Muzdalifah dan kebutuhan akan sistem mobilisasi yang lebih efisien. Jumlah jemaah haji Indonesia yang mencapai ratusan ribu tentu membutuhkan penanganan logistik dan pergerakan yang sangat hati-hati, khususnya di masa puncak ibadah seperti puncak Arafah, Muzdalifah, dan Mina.

1. Apa Itu Skema Murur dan Bagaimana Hukumnya?

Murur berasal dari kata Arab yang berarti “melewati”. Dalam konteks ibadah haji, murur adalah skema di mana jemaah tidak bermalam (mabit) di Muzdalifah, melainkan hanya melewati area tersebut dalam perjalanan dari Arafah menuju Mina dengan menggunakan bus. Jemaah yang mengikuti skema ini tetap menjalankan semua rukun haji lainnya, termasuk wukuf di Arafah dan melempar jumrah di Mina.

Secara fikih, skema ini diperbolehkan, khususnya bagi jemaah yang memiliki uzur syar’i. KH M. Ulinnuha, Mustasyar Dini Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), menjelaskan bahwa mabit di Muzdalifah termasuk wajib haji, namun boleh ditinggalkan oleh mereka yang memiliki alasan tertentu seperti usia lanjut, gangguan kesehatan, atau disabilitas. Bahkan dalam riwayat sahih disebutkan bahwa Rasulullah SAW memberikan keringanan kepada sebagian sahabat yang memiliki tugas khusus atau kondisi tertentu untuk tidak bermalam di Muzdalifah.

2. Pandangan Fikih dan Dasar Kebijakan

KH Ulinnuha menjelaskan bahwa dalam Mazhab Hanafi, mabit di Muzdalifah dinyatakan sebagai sunnah, bukan wajib. Berdasarkan pendapat ini, maka jemaah yang hanya melewati Muzdalifah (murur) tidak terkena dam (denda) dan hajinya tetap sah. Kebijakan ini juga merujuk pada realitas di lapangan, di mana menampung jutaan jemaah dalam waktu bersamaan di Muzdalifah secara fisik sangat sulit untuk dilakukan.

“Fatwa dari ulama Mesir juga menegaskan hal ini. Mustahil bagi jutaan jemaah untuk bermalam di Muzdalifah bersamaan, oleh karena itu murur adalah solusi yang sah dan realistis,” jelas Ulinnuha saat memberikan keterangan di Makkah, Jumat, 30 Mei 2025. Kemenag menargetkan sekitar 50 ribu jemaah akan mengikuti skema murur, yang diharapkan mampu mengurangi penumpukan massa dan mempercepat proses perpindahan ke Mina.

3. Skema Tanazul: Kemudahan Pulang Lebih Awal dari Mina

Selain murur, skema tanazul juga diterapkan tahun ini. Tanazul adalah kebijakan yang memungkinkan jemaah pulang lebih awal ke hotel di Makkah setelah selesai melempar jumrah aqabah. Jemaah tidak diwajibkan untuk kembali ke tenda di Mina pada tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijah. Hal ini berlaku khususnya untuk jemaah yang tinggal di sektor Syisyah dan Raudhah.

Menurut KH Ulinnuha, skema tanazul juga mengikuti pendapat Mazhab Hanafi yang menyatakan bahwa mabit di Mina hukumnya sunnah. Artinya, jemaah yang memilih untuk tidak bermalam di Mina setelah melontar jumrah juga tidak terkena dam dan hajinya tetap sah.

“Ini adalah bentuk ijtihad dan adaptasi kebijakan berbasis fikih untuk memberikan kenyamanan maksimal bagi jemaah, tanpa mengurangi kesempurnaan ibadahnya,” ujar Ulinnuha. Sekitar 30 ribu jemaah diperkirakan akan mengikuti skema tanazul tahun ini.

4. Harapan dan Doa untuk Kelancaran Ibadah Haji 2025

Dengan diterapkannya skema murur dan tanazul, pemerintah berharap rangkaian ibadah haji tahun ini bisa berjalan lebih lancar, aman, dan nyaman. Perhatian khusus kepada jemaah lansia, disabilitas, dan yang berisiko tinggi menjadi salah satu fokus utama. Ini sejalan dengan semangat Islam yang senantiasa mengedepankan kemudahan (taysir) dalam beribadah, sesuai dengan kondisi individu.

“Semoga semua rangkaian ibadah haji tahun ini berjalan lancar. Mari kita jaga niat, kesehatan, dan kekhusyukan, serta memohon kepada Allah agar dikaruniai haji yang mabrur,” pungkas KH Ulinnuha.

Sebagai informasi, jemaah haji Indonesia dijadwalkan bergerak ke Arafah mulai tanggal 8 Zulhijah atau Rabu, 4 Juni 2025, dengan wukuf yang akan dilaksanakan pada 9 Zulhijah atau Kamis, 5 Juni 2025. Seluruh rangkaian ibadah haji dipastikan mengedepankan aspek keselamatan, kenyamanan, dan keberkahan bagi seluruh peserta.

Fenomena Terkini






Trending